REPUBLIKA.CO.ID, FREETOWN - Presiden Sierra Leone, Ernest Bai Koroma, mengatakan negaranya membutuhkan bantuan mendesak saat ini juga bagi ribuan orang yang terkena dampak banjir bandang dan tanah longsor di sekitar ibu kota Freetown. Koroma menahan air mata saat dia mengatakan bencana tersebut merupakan bencana yang sangat besar.
Hujan deras yang turun terus-menerus menyebabkan tanah longsor yang menghancurkan ratusan rumah pada Senin (14/8). "Seluruh masyarakat terkena dampak," ujar Koroma, dalam sebuah konferensi pers di distrik Regent, Selasa (15/8).
Menurut pihak berwenang, lebih dari 300 orang tewas dan banyak dari mereka yang tengah tidur saat bencana tanah longsor terjadi. Inggris menyatakan bersedia mengirim bantuan, termasuk air bersih, obat-obatan, dan selimut, secepat mungkin.
Petugas perlindungan lingkungan di Dewan Kota Freetown, Sulaiman Parker, mengatakan tubuh yang ditemukan akan segera dikubur dalam 48 jam. Palang Merah memperkirakan 600 orang masih hilang dan mereka kini tengah berjuang membawa peralatan berat ke lokasi untuk menggali lumpur.
"Saya belum pernah melihat yang seperti ini," kata Abdul Nasir, koordinator program untuk Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, dikutip Aljazirah.
"Lumpur keluar entah dari mana dan menyapu seluruh wilayah. Kami berlomba melawan waktu, mengingat semakin banyak banjir dan risiko penyakit, untuk membantu masyarakat yang terkena dampak ini bertahan dan mengatasi rasa kehilangan mereka," tambah dia.
Menteri Dalam Negeri Sierra Leone, Paolo Conteh, bahkan mengatakan ribuan orang masih hilang. Pemerintah telah menjanjikan bantuan kepada lebih dari 3.000 orang yang kehilangan tempat tinggal dan membuka pusat tanggap darurat di distrik Regent.
Abibatu Kamara, ibu tiga anak yang menginap di beranda tetangga, mengatakan mereka belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah. "Kami belum menerima makanan atau selimut sejak bencana terjadi kemarin," katanya.