Selasa 22 Aug 2017 03:45 WIB

Pejabat Senior Palestina Desak Trump Akui Negara Palestina

Bendera Palestina
Foto: AP
Bendera Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Seorang pejabat senior Palestina pada Ahad (20/8) mendesak Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump agar mengumumkan dukungannya buat penyelesaian dua-negara dan mengakhiri perluasan Permukiman Yahudi.

Saeb Erekat, Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mengatakan kepada Xinhua dalam satu wawancara bahwa, sebagai penaja proses perdamaian Palestina-Isrel, Pemerintah Trump mesti bertindak seperti yang dilakukan pemerintah lain AS sebelumnya.

Ia mengatakan pihak Palestina telah menegaskan dalam semua pertemuan dengan para pejabat AS sejak Trump memangku jabatan pada Januari, "Satu-satunya pilihan untuk mewujudkan perdamaian ialah diakhirinya pendudukan Yahudi dan berdirinya Negara Palestina dengan Jerusalem Timur sebagai Ibu Kotanya di perbatasan 1967."

Erekat menegaskan bahwa setiap gagasan AS bagi perdamaian "harus sejalan dengan resolusi absah internasional dan ketentuan dalam rujukan proses perdamaian dan hukum internasional".

Ketika ditanya mengenai kunjungan mendatang utusan AS ke wilayah tersebut, termasuk Penasehat Gedung Putih Jared Kushner, menantu Trump, dan Jasen Greenblatt, Erekat --sebagaimana dikutip Xinhua-- mengatakan ia berharap pertemuan mendatang "mesti membuat terobosan".

"Bola sekarang berada di lapangan Israel dan Amerika Serikat," kata Erekat.

Ia menyatakan posisi Palestina telah jelas dan konsisten, yaitu, jika Pemerintah AS benar-benar tertarik pada perdamaian, AS harus tampil dengan visi nyata dan mensahkan mekanisme untuk melaksanakan apa yang disepakati dengan pemerintah AS sebelumnya.

Erekat mengatakan pihak Palestina telah mengajukan semua yang diperlukan kepada AS untuk mencapai penyelesaian dua-negara, dan siap melanjutkan konsultasi serta pertemuan dengan negara Arab guna mengkoordinasikan posisi mereka mengenai proses perdamaian.

Pembicaraan perdamaian antara Israel dan Palestina berakhir pada Maret 2014, setelah sembilan bulan pembicaraan yang ditaja AS gagal membuat kemajuan guna menyelesaikan konflik selama beberapa dasawarsa di Timur Tengah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement