REPUBLIKA.CO.ID,Ini bukanlah foto yang bisa Anda lihat setiap hari, pemimpin berkuasa dan kepala mata-mata. Nick Warner, kepala badan mata-mata internasional Australia (ASIS), berdiri di samping salah satu pemimpin paling kontroversial di Asia Tenggara, Rodrigo Duterte.
Presiden Filipina, yang kampanye perangnya terhadap narkoba telah menyebabkan ribuan nyawa melayang dan menimbulkan kecaman keras dari kelompok hak asasi manusia di seluruh dunia, mengangkat tangannya dengan kepalan tangan andalannya. Begitu pula dengan Nick Warner.
Kedua pria tersebut bertemu di Istana Malacañang di Manila pada Selasa (22/8). Seorang juru bicara untuk Duterte mengatakan bahwa pertemuan tersebut "pada dasarnya merupakan partemuan kehormatan" dan kedua pria, "membahas isu keamanan regional dan deklarasi saling mendukung".
Banyak isu yang bisa didiskusikan. Filipina telah melakukan kampanye keras melawan militan Islam di kota Marawi. Dan Australia semakin khawatir dengan arus balik dari para militan asing ke Asia Tenggara dari perang di Timur Tengah.
Pekan lalu, Australia secara resmi mengakui kelompok ISIS di Pasifik Timur -yang berusaha merebut kekuasaan Marawi dari Pemerintah Filipina -sebagai organisasi teroris yang terlarang. Hal yang juga tak biasa bagi Warner untuk bertemu dengan para pemimpin asing, namun sebagian besar pertemuan tersebut akan diadakan secara tertutup.
Jadi, kepala ASIS -dan pejabat DFAT (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia) -mungkin sedikit terkejut melihat foto-foto Warner berpose dengan Duterte muncul di pers lokal Filipina. Warner adalah satu-satunya karyawan ASIS yang identitasnya bisa diungkap kepada publik, namun aktivitas hariannya sebenarnya bukan untuk konsumsi publik.
Dan, seperti biasa, Pemerintah Australia tak berkomentar sepatah kata pun tentang pertemuan terbaru Warner itu. Pertemuan tersebut juga menunjukkan bagaimana pejabat Australia tak membiarkan ketidaksukaan mereka terhadap Presiden Filipina menghalangi diplomasi reguler.
Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, berulang kali mengkritik Duterte, yang secara terbuka menyatakan bahwa ia senang membunuh "jutaan" pecandu narkoba dalam perang melawan kejahatan.
Ketika Menlu Bishop bertemu dengan Duterte awal bulan ini, ia menekan sang Presiden atas pembunuhan ekstra-yudisial di Filipina yang meluas, dengan mengatakan bahwa masalah itu "menjadi perhatian mendalam" Australia.
Dan duduk di samping Warner dalam pertemuan tersebut adalah Duta Besar Australia untuk Filipina, Amanda Gorely. Tahun lalu, Duta Besar Gorely menyerang Duterte saat ia bercanda tentang pemerkosaan dan pembunuhan seorang misionaris Australia di Filipina pada tahun 1989.
"Pemerkosaan dan pembunuhan tidak boleh menjadi bahan lelucon atau diremehkan," unggah Gorely di Twitter. Tapi dalam diplomasi, ternyata Anda tak selalu bisa memilih masalah -atau tokoh yang Anda temui.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterbitkan: 17:20 WIB 23/08/2017 oleh Nurina Savitri.