REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sedikitnya lima polisi dan tujuh milisi Muslim tewas di negara bagian Rakhine, Myanmar, dalam bentrokan di sebuah pos polisi. Lebih dari 20 pos menjadi target serangan fajar para militan, pada Jumat (25/8).
Serangan tersebut terjadi sehari setelah sebuah laporan memperingatkan akan adanya lebih banyak orang akan mengalami radikalisasi jika ketegangan etnis tidak ditangani. Selama ini Rakhine telah dilanda kekacauan usai ketegangan antara umat Muslim dan Buddha.
Sebuah pernyataan pemerintah Myanmar mengatakan militan Bengali telah menyerang sebuah pos polisi di wilayah Maungdaw di negara bagian Rakhine, dengan bom buatan tangan. Mereka juga melakukan serangan terkoordinasi pada beberapa pos polisi sejak pukul 01.00 dini hari.
Pemerintah menggunakan istilah "Bengali" untuk menggambarkan warga Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan. Mereka dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Negara bagian Rakhine, di barat Myanmar, merupakan rumah bagi lebih dari satu juta Muslim Rohingya. Ketegangan dengan mayoritas populasi Buddha telah bergemuruh selama bertahun-tahun, yang menyebabkan puluhan ribu Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Dilansir dari BBC, insiden ini adalah wabah kekerasan paling signifikan sejak Oktober 2016, ketika sembilan polisi tewas dalam serangan serupa di pos perbatasan.
Tragedi itu memicu tindakan keras militer Myanmar yang diwarnai dengan insiden pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan terhadap Rohingya. PBB saat ini sedang menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan Myanmar, yang telah menolak melakukan kesalahan.