REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Pejabat keamanan Bangladesh menyampaikan, ribuan Muslim Rohingya melarikan diri dari kekerasan yang meluas saat bentrokan baru meletus di negara bagian Rakhine, Myanmar. Letusan bentrokan antara gerilyawan Rohingya dan aparat keamanan Myanmar terjadi pada Jumat (25/8).
Seorang komandan penjaga perbatasan Bangladesh, Manzurul Hassan Khan mengatakan kepada Reuters, sekitar 3.000 orang Rohingya tiba di Sungai Naf yang memisahkan Myanmar dan Bangladesh pada Sabtu (26/8).
Sebagaimana dilaporkan The News International pada Ahad (27/8), pemerintah mengatakan, jumlah korban tewas akibat bentrokan pada Jumat yang semakin meluas kini mencapai 96 jiwa, termasuk 80 jiwa gerilyawan Rohingya dan 12 personel keamanan Myanmar. Sehingga, pemerintah melakukan langkah untuk mengevakuasi staf dan penduduk desa dari beberapa daerah konflik.
Gerilyawan Rohingya yang memegang senjata, tongkat, dan bom rakitan menyerang 30 kantor polisi dan markas tentara pada Jumat. Aung San Suu Kyi mengecam serangan tersebut. Bentrokan tersebut menandai peningkatan konflik yang telah memanas sejak Oktober tahun lalu.
Perlakuan terhadap minoritas Muslim Rohingya yang jumlahnya sekitar 1,1 jiwa di Myanmar merupakan tantangan terbesar Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin. Sebelumnya, peraih Nobel Perdamaian tersebut telah dituduh oleh beberapa kritikus dari Barat karena tidak mau angkat bicara tentang minoritas Muslim Rohingya yang telah lama dianiaya. Aparat keamanan Myanmar malah melakukan serangan balasan.