Senin 28 Aug 2017 11:36 WIB

ERC: Lindungi Rohingya dari Militer Myanmar

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Warga Rohingya, Myanmar
Foto: ROL/Wisnu Aji Prasetiyo
Warga Rohingya, Myanmar

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Dewan Rohingya Eropa (ERC) mendesak masyarakat internasional untuk berpartisipasi dalam melindungi etnis Rohingya yang tengah menjadi target kekerasan militer Myanmar di negara bagian Rakhine.

Menurut ERC, kekerasan baru-baru ini terhadap Rohingya merupakan pertanda dari kian masifnya kejahatan kemanusiaan oleh militer Myanmar. 

"Kami meminta kepada masyarakat internasional untuk menerapkan tanggung jawab untuk melindungi karena populasi sipil Rohingya terjun ke episode lain dari meluasnya kejahatan terhadap kemanusiaan di bawah angkatan bersenjata Myanmar," kata ERC dalam pernyataannya yang dirilis Ahad (27/8), seperti dikutip laman Anadolu Agency. 

ERC juga mendesak negara-negara anggota ASEAN, termasuk negara tetangga Myanmar, seperti India, Bangladesh, dan Cina agar mendorong Myanmar mematuhi peraturan hukum serta menahan diri dari pelanggaran hak asasi manusia. Termasuk mencegah militer Myanmar untuk menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap warga sipil Rohingya.

Dengan desakan masyarakat internasional, ERC berharap hal itu akan membantu etnis Rohingya kembali ke desanya masing-masing dengan aman.

Serangan mematikan kelompok bersenjata terhadap pos-pos perbatasan di negara bagian Rakhine, Myanmar barat, pecah pada Jumat (25/8). Insiden ini menyebabkan lebih dari 100 warga sipil tewas. Pascakejadian ini, pasukan keamanan Myanmar dilaporkan telah merelokasi ribuan penduduk desa Rohingya dan membakar tempat tinggal mereka dengan mortir dan senapan mesin.

Menurut ERC, banyak dari populasi Rohingya, termasuk wanita dan anak-anak berlindung ke hutan akibat tindakan represif pasukan keamanan Myanmar. Sedangkan sebagian lainnnya berpotensi menyeberangi perbatasan Myanmar menuju Bangladesh. Kemudian sisanya terdampar di bagain Sungai Naf akibat Bangladesh memperkuat keamanan perbatasannya.

Rakhine telah mengalami ketegangan sejak pecahnya kekerasan komunal oleh kalangan Buddhis ekstrem pada 2012. Laporan PBB mengindikasikan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh tentara Myanmar.

PBB mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak-anak, pemukulan, serta penghilangan nyawa etnis Rohingya secara brutal. Perwakilan Rohingya mengatakan sekitar 400 orang tewas dalam operasi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement