Senin 28 Aug 2017 21:05 WIB

Ini Surat dari Rohingya untuk Presiden Jokowi

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto
 Warga imigran Rohingya melakukan aksi di depan gedung UNHCR, Jakarta, Senin (28/8).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Warga imigran Rohingya melakukan aksi di depan gedung UNHCR, Jakarta, Senin (28/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejahatan kemanusian terhadap Muslim Rohingya sudah terjadi puluhan tahun. Hal itulah yang membuat hampir semua warga Rohingya eksodus dari tanah kelahirannya menuju negara tetangga demi menyelamatkan nyawa, agama dari amukan Militer, dan agama mayoritas di sana.

"Lebih dari 12 ribu dollar yang saya keluarkan untuk sampai ke Thailand dari Rohingya," kata Karimullah mengenang awal meninggalkan tanah kelahirannya tahun 2010.

Kepada Republika.co.id, Karimullah menceritakan, dia mesti segera memboyong istri dan dua anaknya jika ingin selamat. "Karena di sana sudah tidak aman. Satu second saja satu kelurga meninggal semua," kata Karimullah yang sudah mendapat status pengungsi dari UNHCR sejak tahun 2011.

Sudah tujuh tahun Karimullah bersama keluarga tinggal di Indonesia. Sebelum tinggal di Jakarta, ia tinggal di Medan dan Kota Bogor Jawa Barat setelah dua bulan di Malaysia. Kini, Karimullah tinggal menunggu keputusan UNHCR sebagai organisasi PBB yang mengurusi masalah pengungsi mengirimnya ke negara tiga seperti Australia, Kanada dan Amerika.

Karimullah mengaku tinggal di Indonesia sangat menyenangkan karena hak-hak asasi manusia begitu dihargai. Sehingga keamanan setiap orang terjaga.

Sankin begitu amannya, kini ia telah memiliki empat orang anak yang lahir di Indonesia selama tujuh tahun tinggal di Indonesia. Total anak yang ia miliki ada enam orang.

"Alhamdulillah suma Alhamdulillah Indonesia aman, orangnya baik-baik semua fasilitas ada, sekolah, rumah sakit lengkap. Insya Allah bulan Desember anak keenam saya lahir," katanya

Meski secara fisik ia senang karena tinggal di Indonesia begitu aman, hati Karimullah tidak aman terbayang terus bagaimana nasib keluarganya di sana yang selalu mendapat ancaman pembunuhan dari para militer dan agama mayoritas di sana.

Untuk menghilangkan rasa gelisahnya Ia bersama keluarga dan juga sodara sesama pengungsi Rohingya menggelar aksi di depan Istana. Karena tidak ada ijin akhirnya sekitar 40 orang aksinya pindah ke kantor ke kantor UNHCR atas arahan petugas keamanan Istana.

"Kami meminta Bapak Presiden Jokowi hentikan kekerasan di sana karena di sana mudah sekali orang bunuh, bayi baru lahir dibunuh wanita hamil dibunuh ada sekitar 700 orang satu kampung setiap harinya meninggal," katanya sambil menahan air mata.

Barulah pada pukul 11.30 siang para pengungsi Rohingya yang terdiri dari ibu-bapak, remaja dan anak-anak belia menggelar aksi di depan kantor UNHCR di Jalan Kebon Siri Jakarta Pusat. Mereka meneriakan yel-yel. "Save Rohingya." sebagai bentuk solidaritas atas kejahatan kemanusian yang dialami Muslim Rohingya selama bertahun-tahun.

"Ketika saya belum lahir, Muslim Rohingya sudah banyak mendapat ancaman. Awal umat Islam dibantai agama mayoritas di sana sekitar tahun 1942," kata Karimullah.

Jika diberikan kesempatan menulis surat kepada Presiden Joko Widodo, ia akan menyampaikan empat hal terkait dengan kepentingan Rohingya. Pertama ia ingin meminta Jokowi datang ke Rohingya untuk menghentikan kekerasan di sana.

"Karena jika ada salahsatu presiden kesana sedikitnya pembunuhan akan berhenti di sana," katanya.

Kedua ingin di negara Rohingya ada akses media seperti negara-negara lain, ketiga agar Presiden Jokowi mendesak PBB memberikan keamaman kepada warga muslim Rohingya dan memperbaiki semua infrastruktur.

"Keempat jika dibolehkan saya ingin jadi warga Negara Indonesia,"katanya meski tidak banyak berharap ia akan memiliki kewarganegaraan di Indonesia.

Namun, kata dia, mengirim surat kepada mantan Wali Kota Solo itu hanya sebatas mimpi tidak akan pernah kesampaian. Karena ia buka warga negara Indonesia yang bisa mendapat akses kepada seorang kepala negara dengan mudah.

Faktor status mereka sebagai pengungsilah yang tidak dapat akses mudah kepada Jokowi. UNHCR menjadi paling berwenang atas para pengungsi termasuk keinginan mereka menyurati Presiden Jokowi. "Untuk itu kami meminta Presiden merespon surat kami," katanya.

Pengungsi Rohingya lainnya bernama Anwar Sadat mengaku sangat terkesan dengan keadaan dan situasi keamanan di Indonesia. Dia berharap, satu saat Rohingya bisa seaman di Indonesia.

Anwar mengaku, sudah tinggal empat tahun di Indonesia. Sebelum ke Indonesia dia tinggal di Bangladesh selama tiga tahun. Sama dengan Karimullah, dia pergi meninggalkan orang tua dan saudara-saudara-nya di tanah kelahirannya demi menyelamatkan nyawanya dan keimanannya.

"Kini saya tidak tahu bagaimana nasin kedua orang tua saya. Apakah masih hidup atau sudah meninggal dunia. Insya Allah mudah-muda mereka baik-baik saja," katanya dengan diresponnya surat oleh Jokowi setidaknya telah membuat para pengungsi yang masih menunggu diberangkatkan di Indonesia merasa aman.

Saat ini kata Karimullah berdasarkan pengetahuannya kurang lebih ada sekitar 150 orang pengungai Rohingya di Jakarta yang kehidupannya ditanggung IOM. Mulai dari kebutuhan hidup sehari-hari sampai kebutuhan tempat tinggal. "Bagaimana kita kerja kita bukan warga di sini," katan mantan pengusaha itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement