Selasa 29 Aug 2017 18:54 WIB

Sekjen PBB Khawatirkan Kondisi Rohingya di Myanmar

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ilham Tirta
Desa Rohingya yang dibakar di negara bagian Rakhine, Myanmar.
Foto: Reuters/ Soe Zeya Tun
Desa Rohingya yang dibakar di negara bagian Rakhine, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres mengaku mengkhwatirkan kondisi populasi Rohingya di Myanmar. Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Senin (28/8), Guterres mendesak agar Myanmar memberikan akses kepada lembaga atau badan kemanusiaan untuk membantu dan menolong masyarakat Rohingya.

“Sekretaris jenderal sangat prihatin dengan laporan warga sipil yang tewas dalam operasi keamanan di negara bagian Rakhine. Sekretaris jenderal meminta agar badan-badan kemanusiaan diberi akses tak terbatas dan bebas ke masyarakat yang terkena dampak yang membutuhkan bantuan dan perlindungan,” kata kantor Guterres dalam pernyataannya, seperti dikutip laman Anadolu Agency, Selasa (29/8).

Dalam pernyataan tersebut, Guterres pun mengungkapkan, PBB siap memberikan bantuan dan dukungan yang diperlukan Myanmar serta Bangladesh. Bangladesh diketahui telah turut menampung sejumlah pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine.

“Banyak dari mereka yang melarikan diri adalah wanita dan anak-anak, beberapa di antaranya bahkan terluka. PBB siap memberikan semua dukungan yang diperlukan Myanmar dan Bangladesh dalam hal ini,” kata kantor Guterres menambahkan.

Serangan mematikan terhadap pos perbatasan di Rakhine terjadi pada Jumat (25/8). 77 gerilyawan Rohingya dan 10 polisi serta seorang tentara Myanmar tewas dalam insiden ini.

Pascakejadian tersebut, beberapa media melaporkan bahwa pasukan keamanan Myanmar mulai melakukan tindakan represif terhadap Rohingya. Ribuan pendudukan desa Rohingya direlokasi dan rumah-rumah mereka dibakar dengan mortar dan senapan mesin.

Sebuah laporan PBB yang diterbitkan tahun lalu menyatakan, telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia terhadap Rohingya oleh pasukan keamanan Myanmar, yang mencakup kejahatan terhadap kemanusiaan. PBB mendokumentasikan terjadinya pemukulan, pemerkosaan, dan pembunuhan massal, termasuk pembunuhan terhadap bayi dan anak kecil secara brutal. Perwakilan Rohingya menyebut sekitar 400 orang tewas dalam operasi keamanan militer Myanmar yang terjadi Oktober 2016 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement