REPUBLIKA.CO.ID,Sejumlah perusahaan di Australia dituding merampok para pekerjanya sekitar 17 miliar dolar Australia (sekitar Rp 170 triliun) sejak 2009. Modusnya, dengan cara menghindari kewajiban mereka membayar jaminan pensiun tambahan.
Audit yang dilakukan Australian Tax Office (ATO) menunjukkan para majikan nakal menghindari kewajiban rata-rata 2,81 miliar dolar Australia setiap tahun antara 2009 dan 2015. Kenakalan ini mencapai puncaknya pada 2014-2015 sebesar 3,3 miliar dolar Australia.
Menurut audit ATO, pelanggar terburuk terjadi dalam usaha kecil menengah di sektor konstruksi, ritel, makanan dan akomodasi. Wakil komisaris ATO untuk urusan dana pensiun James O'Halloran kepada ABC mengatakan para majikan yang secara sadar atau tidak sadar menahan dana pensiun saat ini akan menghadapi pemeriksaan dan denda yang lebih ketat.
"Pesan saya adalah lakukan hal yang benar dengan membayarkan hak-hak pekerja," katanya. "Kami memiliki minimal 150 staf yang melakukan pekerjaan terkait dana pensiun full time. Tingkat ketidakpatuhan apa pun diperhatikan mengingat dampaknya terhadap karyawan."
"Jika kami menemukan adanya kesengajaan, kami akan menerapkan hukum dan menyeret orang ke pengadilan jika diperlukan," tambahnya. "Ada aturan denda hingga 200 persen dari jumlah jaminan dana pensiun."
ATO telah menyelidiki "jaminan penjaminan dana pensiun" - nilai pembayaran jaminan pensiun 9,5 persen yang diwajibkan UU di Australia dan kontribusi dari majikan ke dana pensiun pekerjanya. Selama enam tahun antara 2009 dan 2015, ATO menemukan kesenjangan rata-rata sekitar 17 miliar dolar Australia karena 5 persen dari pengusaha yang menghindari pembayaran tersebut.
Namun, ATO mengatakan bahwa sejak 2010, lebih dari 2 miliar dolar Australia telah ditemukan dan dipindahkan ke rekening dana pensiun karyawan.
UU baru
ATO mendapat tekanan untuk mengambil tindakan lebih besar tahun lalu ketika muncul klaim bahwa sekitar sepertiga pekerja di Australia ditipu oleh majikan mereka. Para majikan itu dituduh menahan sebagian atau seluruh hak dana pensiun pekerjanya.
Menteri Urusan Jasa Keuangan Australia Kelly O'Dwyer mengatakan bahwa ATO mendapatkan anggaran lebih banyak untuk mendorong pengusaha mematuhi aturan, dengan hukuman yang lebih berat bagi pengusaha yang berulang kali mencurangi staf mereka.
"Pemerintah sangat prihatin dengan karyawan yang kehilangan hak dana pensiun mereka. Hal itu ilegal," kata Menteri O'Dwyer. "Para pekerja tersebut dirampok dari gaji mereka."
"Di bawah aturan baru Pemerintah, pengusaha tersebut akan menghadapi ketentuan hukum secara penuh. Mereka akan mendapati diri untuk pertama kalinya bertanggung jawab langsung atas akun dana pensiun karyawan mereka," katanya.
"ATO akan memiliki kemampuan baru untuk meminta denda atas perintah pengadilan dalam kasus yang paling parah yaitu tidak melakukan pembayaran. Dan mereka (ATO) akan berwenang mengamankan aset pengusaha berisiko tinggi," jelas O'Dwyer.
Menteri O'Dwyer juga telah memperingatkan pengusaha yang menahan kontribusi gaji dari staf untuk meningkatkan persepsi arus kas bisnis dari perusahaan bersangkutan.
Dia mengatakan UU untuk menutup celah hukum yang memungkinkan praktik tersebut akan diajukan dalam sesi persidangan Parlemen berikutnya. "Jelas-jelas keliru jika seorang karyawan yang memotong gajinya (untuk tambahan dana pensiun) tidak mendapatkan keuntungan penuh dari hak dana pensiun mereka," katanya.
ATO mengatakan bahwa pihaknya menangani sekitar 20 ribu keluhan tentang dana pensiun yang tidak dibayarkan, baik dari karyawan saat ini maupun mantan karyawan setiap tahunnya.
Diterbitkan oleh Farid M Ibrahim pada Selasa 29 Agustus 2017 dari artikel ABC Australia di sini. Versi Bahasa Inggris artikel ini ditulis Peter Ryan @peter_f_ryan.