REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Delegasi Amerika Serikat (AS) yang bertemu dengan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas pekan lalu meminta tenggang waktu tiga sampai empat bulan untuk menyampaikan rencana perdamaian.
Penasihat urusan luar negeri Abbas, Nabil Shaath, pada Senin (28/8), mengatakan delegasi itu tidak menanggapi tuntutan spesifik Palestina. Delegasi yang dipimpin oleh penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner itu bertemu dengan Abbas di Ramallah pada Kamis (24/8).
Kushner didampingi oleh utusan perdamaian Presiden AS Donald Trump Jason Greenblatt dan Wakil Penasihat Keamanan Nasional untuk Strategi Dina Powell.
Pertemuan dengan pemimpin pemerintahan Palestina ini bertujuan untuk membuka jalan guna memperbarui perundingan damai antara Palestina dengan Israel. Shaath, yang berbicara dengan radio resmi Voice of Palestine, mengatakan delegasi AS tersebut tidak membawa rencana perdamaian baru dan justru meminta lebih banyak waktu untuk membuat rencana itu.
"Delegasi AS meminta pimpinan Palestina untuk memberi masa tenggang tiga sampai empat bulan kepada pemerintah Amerika untuk mempresentasikan sebuah rencana," kata Shaath, seperti dilaporkan kantor berita resmi Otoritas Palestina, Wafa, dikutip Times of Israel.
"Delegasi AS tidak menunjukkan posisi yang menentang atau mendukung tuntutan Palestina," tambah dia.
Shaath, yang merupakan mantan negosiator Palestina, mengatakan Palestina menuntut berakhirnya pendudukan Israel dan menuntut pembentukan sebuah negara merdeka sesuai perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Palestina juga menuntut semua status permanen, termasuk hak untuk mengembalikan pengungsi.
Rencana perdamaian AS akan mencakup penetapan jadwal perundingan, yang akan berfokus pada isu inti dari konflik Israel-Palestina. Usulan rencana AS tersebut muncul di tengah tanda-tanda kekecewaan yang ditunjukkan Abbas atas upaya perdamaian AS.
Pada Sabtu (26/8) Gedung Putih menolak sebuah laporan dari surat kabar al-Hayat mengenai Kushner. Surat kabar itu mengatakan, Kushner telah memperingatkan Abbas bahwa pembekuan permukiman Israel tidak dapat menjadi prasyarat perundingan perdamaian.
Sementara, situs berita Al-Monitor melaporkan pada Jumat (25/8), Abbas menyambut pertemuan tersebut dengan senang hati karena berharap pada komitmen Trump terhadap proses perdamaian.
"Hari ini kami mengerti lebih dari sebelumnya bahwa Presiden Trump benar-benar terlibat dalam proses diplomatik. Dia tahu apa yang sedang tim kerjakan dan apa yang mereka bicarakan, dan dia juga menemukan waktu terlepas dari kekacauan yang dia hadapi untuk menyampaikan pesan kepada Abbas," kata seorang sumber Palestina yang tidak disebutkan namanya kepada Al-Monitor.