Rabu 30 Aug 2017 06:10 WIB

Turki: Negara Muslim tak Boleh Diam Atas Tragedi Rohingya

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Pengungsi Rohingya termenung setelah upayanya mengungsi ke wilayah Bangladesh dicegah penjaga perbatasan.
Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters
Pengungsi Rohingya termenung setelah upayanya mengungsi ke wilayah Bangladesh dicegah penjaga perbatasan.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, pada Selasa (29/8), mengecam penganiayaan dan pembunuhan terhadap Muslim Rohingya di Rakhine oleh militer Myanmar. Ia menilai harus ada solusi permanen untuk mengatasi krisis Rohingya di sana.

"Dulu ada serangan serius terhadap Rohingya, tapi masalahnya sistematis. Saudara-saudara Rohingya telah mendapat tekanan, penganiayaan, dan dideportasi," ujar Cavusoglu dalam sebuah konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Maladewa Mohammad Asim di Ankara, seperti dilaporkan laman Anadolu Agency.

Ia menekankan, negara-negara regional memiliki peran penting untuk menyelesaikan masalah dan krisis di Rakhine. Asim pun menyinggung tentang dukungan yang telah ditunjukan pemerintah Indonesia dan Malaysia terhadap Muslim Rohingya di Rakhine.

Cavusoglu meminta masyarakat internasional dan negara-negara Islam untuk menunjukkan kepekaan terhadap isu dan tindakan tidak manusiawi yang dialami Muslim Rohingya. "Kami memanggil negara-negara Muslim dan pemimpin mereka dari sini. Kita tidak boleh diam dalam hal ini. Mari kita tunjukan kepekaan kita," ujarnya.

"Mari kita membuat peringatan yang diperlukan terhadap Myanmar. Semua institusi seperti PBB, Badan Pengungsi PBB, dan Organisasi Internasional untuk Migrasi harus mengambil langkah tegas untuk sebuah solusi." 

Kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Rakhine kembali merebak setelah terjadi serangan terhadap pos-pos perbatasah oleh gerilyawan Rohingya pada Jumat (25/8) lalu.  Sebanyak 77 gerilyawan dan 10 polisi serta satu tentara Myanmar tewas dalam peristiwa tersebut.

Pascakejadian tersebut, beberapa media melaporkan bahwa pasukan keamanan Myanmar mulai melakukan tindakan represif terhadap Rohingya. Ribuan penduduk desa Rohingya direlokasi dan rumah-rumah mereka dibakar dengan mortir dan senapan mesin.

Sebuah laporan PBB yang diterbitkan tahun lalu menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia terhadap Rohingya oleh pasukan keamanan Myanmar, yang mencakup kejahatan terhadap kemanusiaan.

PBB mendokumentasikan terjadinya pemukulan, pemerkosaan, dan pembunuhan massal, termasuk pembunuhan terhadap bayi dan anak kecil secara brutal. Perwakilan Rohingya menyebut sekitar 400 orang tewas dalam operasi keamanan militer Myanmar yang terjadi Oktober 2016 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement