REPUBLIKA.CO.ID RAMALLAH -- Sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres telah mengecam aktivitas permukiman ilegal Israel. Guterres menyebut pemukiman ilegal Israel sebagai hambatan utama untuk mencapai solusi dua negara dan perdamaian dengan Palestina.
"Tidak ada rencana B untuk solusi dua negara," katanya pada hari Selasa setelah bertemu dengan Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah di kota Ramallah, Tepi Barat. Menurut Guterres, solusi dua negara menciptakan kondisi untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina dan satu-satunya cara untuk menjamin perdamaian.
Ucapan Guterres ini disampaikan sehari setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah untuk tidak pernah mencabut permukiman Tepi Barat. Hal ini disampaikan Netanyahu beberapa hari setelah seorang utusan Gedung Putih berada di wilayah tersebut untuk memulai kembali perundingan perdamaian dengan orang-orang Palestina.
"Kami telah kembali ke sini untuk selamanya. Tidak akan ada lagi penghancuran permukiman di Tanah Israel. Permukiman tidak akan tercabut," kata Netanyahu.
Sebagai tanggapan atas komentar Netanyahu, Guterres mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa bahwa baik Israel maupun Palestina harus menahan diri untuk tidak melakukan tindakan apapun yang dapat merusak prospek kesepakatan damai.
"Kami percaya bahwa aktivitas permukiman ilegal dalam hukum internasional dan ini merupakan hambatan bagi perdamaian, kami jelas-jelas dalam ketidaksetujuan terhadap apa yang dikatakan," kata Guterres seperti dilansir Aljazirah (30/8).
Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah menyatakan frustrasinya kepada tim perdamaian AS yang terlalu lama menentukan sikapnya mengenai permukiman Israel dan solusi dua negara. "Dia mengatakan bahwa tidak ada komitmen yang jelas dari AS untuk mengakhiri aktivitas permukiman, dan akibatnya kegiatan tersebut berlanjut dan Palestina terus kehilangan tanah," katanya.
Hamdallah juga meminta PBB untuk melindungi orang-orang Palestina dan tempat-tempat suci umat Islam dari pelanggaran Israel yang berulang kali. Hamdallah mengaku membahas perkembangan terakhir mengenai situasi politik, ekonomi dan kemanusiaan di Tepi Barat, Yerusalem dan Jalur Gaza kepada sekjen PBB. Hamdallah kemudian menyatakan bahwa kepemimpinan Palestina mendukung pembentukan sebuah negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.
Pejabat senior Hamas Ahmed Bahar pada hari Selasa mengatakan bahwa kunjungan Guterres tidak diinginkan karena pejabat PBB memiliki standar ganda. Bahar juga mengkritik Guterres karena telah meninggalkan hak kunjungan untuk tahanan Palestina di penjara Israel dari agendanya.