REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Yordania mengutuk kunjungan ke kompleks Masjid Al-Aqsha di Jerusalem oleh dua anggota parlemen sayap-kanan Israel, dan memperingatkan tindakan itu bisa meningkatkan ketegangan.
Di bawah perlindungan ketat keamanan oleh polisi Israel, Yehudah Glick --anggota Partai Likud, yang berkuasa-- mengunjungi kompleks tersebut pada pagi hari, lalu diikuti oleh Shuli Moalem-Refaeli dari partai ultra-nasionalis Rumah Yahudi.
Menteri Negara Yordania Urusan Media Mohammad Momani mengatakan keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mencabut larangan kunjungan ke tempat suci tersebut oleh anggota Parlemen adalah "tindakan tak bertanggung-jawab" yang akan meningkatkan ketegangan di tempat suci itu.
Ia menuntut Israel melakukan tindakan agar menghentikan provokasi oleh ekstremis yahudi terhadap Masjid Al-Aqsha, tempat paling suci ketiga umat Muslim, demikian laporan Xinhua, Rabu (30/8).
Ia juga menuntut dipertahankannya larangan dua-tahun untuk berkunjung ke lokasi tersebut oleh menteri dan anggota parlemen Israel. Pejabat senior Jordania itu juga mendesak masyarakat internasional, terutama Amerika Serikat, agar melakukan upaya untuk memulai kembali pembicaraan perdamaian Palestina-Israel, yang macet, untuk mewujudkan perdamaian dengan dasar penyelesaian dua-negara.
Kompleks Masjid Al-Aqsha, yang dikenal oleh umat Muslim sebagai Al-Haram Asy-Syarif dan oleh orang Yahudi sebagai Bukit Knisah, berada di Kota Tua, Jerusalem Timur, yang direbut oleh Israel dari Jordania dalam Perang Timur Tengah 1967 dan dicaplok tak lama setelah itu.
Pencaplokan tersebut tak pernah diakui oleh masyarakat internasional. Kompleks itu berada di bawah pengawasan Yordania dan dikelola oleh Waqaf Islam Jerusalem, satu yayasan Islam Yordania-Palestina. Netanyahu memberlakukan larangan kunjungan pada Oktober 2015, ketika ia menginstruksikan polisi mencegah anggota parlemen Israel berada di lokasi tersebut.