Kamis 31 Aug 2017 07:13 WIB

Presiden Turki Erdogan Minta PBB Tekan Pemerintah Myanmar

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Seorang wanita Rohingya di perbatasan Myanmar - Bangladesh menangis setelah mendapat kabar melalui telefon suaminya tewas oleh militer Myanmar.
Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters
Seorang wanita Rohingya di perbatasan Myanmar - Bangladesh menangis setelah mendapat kabar melalui telefon suaminya tewas oleh militer Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak Sekjen PBB Antonio Guterres untuk memberikan tekanan kepada pemerintah Myanmar atas kekerasan yang terjadi di negara bagian Rakhine. Kekerasan ini dilaporkan telah menewaskan ratusan Muslim Rohingya dan membuat ribuan lainnya mengungsi.

Sumber-sumber kepresidenan Turki mengatakan Erdogan telah melakukan pembicaraan telepon dengan Guterres mengenai situasi kemanusiaan di Myanmar. Erdogan menekankan pentingnya intervensi dari PBB dan masyarakat internasional untuk menghentikan krisis tersebut.

Erdogan juga mengatakan, tidak dapat menerima pasukan keamanan Myanmar yang menyerang Muslim Rohingya yang tidak berdosa. Menurutnya, pasukan keamanan itu telah menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap warga sipil.

Erdogan menuturkan, Turki akan memberikan bantuan kemanusiaan dan siap memberikan bantuan lebih lanjut di wilayah tersebut. Dia menambahkan, Turki juga telah berhubungan dengan organisasi seperti United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan negara-negara yang relevan seperti AS, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Bangladesh.

Guterres berterima kasih kepada Erdogan atas kepekaannya terhadap masalah ini. Ia telah memberikan informasi mengenai upaya yang sedang berlangsung untuk mengakhiri krisis kemanusiaan di Myanmar. Dilansir dari kantor berita Anadolu, Erdogan dan Guterres setuju untuk tetap berhubungan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan krisis ini.

Serangan mematikan terhadap pos perbatasan di negara bagian Rakhine, Myanmar barat, pecah pada Jumat (25/8). Kemudian, laporan media muncul dengan mengatakan pasukan keamanan Myanmar telah menghancurkan rumah milik etnis Rohingya dengan mortir dan senapan mesin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement