REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Sukamta berpendapat, ASEAN seharusnya bisa memediasi pihak-pihak yang terlibat konflik di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, meskipun terbatas adanya asas noninterferece (asas nonintervensi). Bahkan, menurutnya salah satu jalan yang bisa menyelesaikan konflik tersebut adalah pengkajian ulang terhadap prinsip non-intervensi itu.
"Setop tindakan kekerasan.Mari kita cari jalan ke luarnya. ASEAN harusnya bisa memediasi, meskipun terbatas karena asas noninterference. Mungkin salah satu jalan ke laur itu adalah meninjau ulang asas noninterference ini," kata Sukamta saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (31/8).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu pun kemudian menyarankan agar negara-negara ASEAN mengkaji pembentukan kekuatan penjaga perdamaian. Sehingga, kekuatan tersebut bisa diterjunkan untuk mendorong penghentian kekerasan dan mencegah meluasnya pelanggaran HAM dan kemanusiaan di ASEAN.
"Mengkaji juga perlunya ASEAN memiliki sejenis Peacekeeping Force (kekuatan penjaga perdamaian), sehingga bisa diterjunkan untuk mendorong penghentian kekerasan dan mencegah meluasnya pelanggaran HAM dan kemanusiaan. Seperti kekerasan yang selama ini menimpa minoritas Rohingya," kata Sukamta.
Bentrokan antara umat Islam etnis Rohingya dan aparat keamanan Myanmar kembali terjadi. Kekerasan ini dilaporkan telah menewaskan ratusan Muslim Rohingya dan membuat ribuan lainnya mengungsi.