Kamis 31 Aug 2017 16:51 WIB

Jangan Sampai Tragedi Muslim Bosnia Terulang di Rohingya

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Teguh Firmansyah
Dompet Dhuafa ketika melakukan pendampingan kepada anak-anak Muslim Rohingya di Myanmar.
Foto: Dok Dompet Dhuafa
Dompet Dhuafa ketika melakukan pendampingan kepada anak-anak Muslim Rohingya di Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dailami Firdaus khawatir, genosida 8.000 Muslim Bosnia oleh pasukan Serbia, pimpinan Radovan Karadzic di Srebrenica pada 1995 silam, akan terulang kembali.

"Saya menyerukan dunia internasional untuk melakukan tindakan cepat untuk mencegah terjadinya genosida atau pembersihan etnis terhadap komunitas muslim Rohingya. Sikap diam akan mendorong tragedi kemanusiaan yang memprihatinkan," kata Dailami, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/8) siang.

Ia mengungkapkan rasa prihatinnya atas situasi terakhir yang menimpa masyarakat muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Berdasarkan data the International Organization for Migration (IOM), setidaknya 18 ribu orang telah mencoba melintasi perbatasan Myanmar-Bangladesh pada pekan ini.

Dailami mengingatkan, dalam laporan tanggal 23 Agustus 2017 lalu, Komisi Penasihat tentang Negara Bagian Rakhine (Advisory Commission on Rakhine State), pimpinan mantan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kofi Annan, menyatakan komunitas Muslim Rohingya sangat frustrasi karena konflik yang berlarut-larut.

Kondisi itu ditambah dengan status kewarganegaraan mereka yang telah  dicabut oleh pemerintah Myanmar (stateless), semenjak pemberlakuan UU Warga Negara kontroversial pemerintahan Diktator Jenderal Ne Win tahun 1982. Padahal, komunitas Rohingya telah tinggal dan memiliki sejarah di Negara Bagian Rakhine semenjak berabad yang lalu.

"Situasi Rohingya ini akan membahayakan kekuatan pro-demokrasi Myanmar, karena lawan politiknya akan mengeksploitasi isu ini untuk melemahkan partai Aung San Suu Kyii, sebagai pemerintahan sipil yang lemah dan tidak tegas," kata Dailami.

Pemerintahan dan parlemen Myanmar,  saat ini dikuasai oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (LND), namun walaupun terjadi transisi kekuasaan dari militer kepada sipil pada 2015 lalu, militer Myanmar masih mendapat 25 persen kursi parlemen tanpa ikut pemilu. Mereka mengendalikan kementerian dalam negeri, polisi dan aparatur keamanan, dan penyebaran pejabat dan pegawai pemerintah daerah.

"Atas nama kemanusiaan dan solidaritas ASEAN, saya meminta Pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan kemanusiaan dan keamanan untuk mencegah genosida komunitas Rohingya, karena lemahnya pemerintahan sipil Myanmar pada isu ini," ujar anggota DPD RI yang akrab disapa Bang Dailami itu.

Sebelumnya, Kofi Annan menghubungi Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi terkait kekerasan yang terjadi terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar. Menurut Retno, Annan meminta Indonesia untuk turut berkontribusi mengimplementasikan hasil rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi yang dipimpinnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement