REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta Pemerintah Indonesia bersikap tegas dan nyata agar pembunuhan terhadap etnis Rohingya tidak meluas. Hal ini menyusul makin memburuknya dan berulang-ulangnya peristiwa pembunuhan dan pengusiran besar-besaran terhadap Suku Rohingya di Myanmar.
PPP menilai persoalan Rohingya bukan lagi persoalan rivalitas politik antarkelompok dalam suatu negara. Situasi yang mengarah kepada kejahatan genosida atau pembunuhan besar-besaran untuk pembersihan etnis. Saat ini, ASEAN harus menghadapi hal tersebut.
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengingatkan Pemerintah Indonesia bahwa berlarut-larutnya kasus genosida di Myanmar ini sangat berpotensi menimbulkan persoalan serius. "Sangat berpotensi menimbulkan persoalan serius stabilitas keamanan kawasan ASEAN," ujar Arsul dalam keterangan pada Sabtu (2/9).
Ia melanjutkan, hal ini apabila kasus ini kemudian mendorong umat Islam dari berbagai pelosok negara pergi ke Myanmar untuk membela Suku Rohingya. Karena itu, PPP pun meminta memperbarui tafsir terkait Prinsip Non-Interference atau tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing-masing antara negara anggota ASEAN.
Arsul mengungkap, PPP berpendapat prinsip tersebut tidak dapat diterapkan ketika menghadapi kejahatan kemanusiaan Suku Rohingya di Myanmar. Prinsip Non-Interference selama ini menjadi golden rule bagi negara-negara anggota ASEAN.
Namun, dia mengatakan, prinsip itu hanya patut diterapkan ketika yang terjadi di dalam negeri adalah persoalan rivalitas politik biasa antarkelompok warga negara di suatu negara ASEAN. "Ketika yang terjadi adalah peristiwa yang mengarah pada genosida dan pembersihan etnis, sudah selayaknya Prinsip Non-Intervensi ini ditempatkan dalam kerangka tanggung jawab untuk melindungi sebagai prinsip utama yang diakui PBB dalam hubungan antar negara," ujar Arsul.