REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) mendesak PBB dan ASEAN untuk memberikan sanksi terhadap Myanmar yang telah membiarkan tragedi kemanusiaan di negara bagian Rakhine. Dengan demikian, nantinya bisa mencegah meluasnya kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah konflik tersebit.
"PP Fatayat NU meminta Dewan Keamanan PBB dan negara-negara ASEAN memberi sanksi tegas terhadap pemerintah Myanmar, baik sanksi yang berlaku di kawasan regional maupun global," ujar Ketua Umum Fatayat NU Anggia Ermarini dalam keterangan persnya, Sabtu (2/9).
Anggia pun meminta, ada skala prioritas dalam perlindungan terhadap warga maupun pengungsi Rohingya. Yakni, mengutamakan perempuan dan anak, terutama dalam penyediaan makanan, pakaian, obat-obatan, layanan psikiater untuk trauma healing, serta pendidikan darurat bagi anak-anak Rohingya.
Di sisi lain, pihaknya juga mendorong para stakeholder nasional dan global untuk membawa tragedi kemanusiaan dan pembasmian etnis Rohingya ke Mahkamah Internasional. Serta, mengawal kasusnya hingga tuntas agar memberikan efek jera bagi Myanmar, dan di masa depan tidak terulang lagi kekejaman serupa di belahan dunia manapun dengan alasan apapun.
Anggia menilai, semua stakeholder perlindungan perempuan dan anak, mulai dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, KPAI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan masyarakat luas, dapat secara serius mengawal isu kemanusiaan di Myanmar pada tataran yang lebih kongkrit, sinergis, easy to execute, dan berpengaruh secara global, Terutama, terhadap mitra kerja masing-masing di tingkat regional dan internasional untuk mencegah kasus-kasus serupa terulang kembali.
"PP Fatayat NU mendorong para stakeholder perlindungan perempuan dan anak, organisasi berbasis perempuan, organisasi berbasis anak, mahasiswa, serta masyarakat luas ikut mengampanyekan Save Rohingya, Stop Massacre, Slaughtering, and Violence in Rohingya, kepada segenap masyarakat dunia," katanya.