Sabtu 02 Sep 2017 17:27 WIB

PBB Tunda Operasi Distribusi Bantuan Pangan ke Rakhine

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Agus Yulianto
Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi Antonio Guterres.
Foto: Reuters/Pierre Albouy
Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi Antonio Guterres.

REPUBLIKA.CO.ID,  YANGON -- Program Pangan Dunia PBB (WFP) telah menunda proses distribusi bantuan ke Rakhine, Myanmar. Hal tersebut dikarenakan melonjaknya tindak kekerasan di daerah yang dihuni oleh Muslim Rohingya. 

Keputusan penangguhan penyaluran bantuan pangan untuk Muslim Rohingya ini cukup dikhawatirkan WFP. Sebab, menurut mereka, bantuan kemanusiaan ini sangat dibutuhkan oleh Muslim Rohingya. "Penangguhan operasi bantuan pangan akan mempengaruhi 250 ribu pengungsi internal dan populasi paling rentan lainnya," kata WFP dalam pernyataannya yang dirilis pada Sabtu (2/9), seperti dikutip laman Aljazirah

Kendati demikian, WFP menyatakan, mereka tetap berupaya menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk Muslim Rohingya di Rakhine. "Kami berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk melanjutkan distribusi ke semua komunitas yang terkena dampak (kekerasan) secepat mungkin. Termasuk untuk orang-orang yang baru terkena dampak kerusuhan saat ini," ujar WFP. 

Pemerintah Myanmar memang telah menuding WFP memberikan bantuan kepada gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). ARSA adalah kelompok yang melancarkan serangan kepada pasukan keamanan Myanmar di pos perbatasan pada 25 Agustus lalu. 

Atas dasar itu, pemerintah Myanmar memerintahkan agar bantuan dari WFP ditarik kembali. Keputusan ini dilakukan secara sepihak sebab PBB dan WFP telah membantah tuduhan Myanmar bahwa mereka membantu gerilyawan ARSA. 

Pada Jumat (1/9), Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres memperingatkan, tentang bencana kemanusiaan yang menjulang di Myanmar setelah terjadi pembantaian terhadap 400 orang, yang mayoritas adalah Muslim Rohingya. 

"Sekjen sangat prihatin dengan laporan ekses-ekses selama operasi keamanan yang dikeluarkan pasukan keamanan Myanmar di Rakhine dan mendesak pengekangan serta ketenangan untuk menghindari bencana kemanusiaan," kata kantor Guterres dalam sebuah pernyataan. 

Eskalasi kekerasan di Rakhine telah menyebabkan Muslim Rohingya melarikan diri. Sekitar 58.600 Muslim Rohingya dilaporkan telah meninggalkan Rakhine menuju Bangladesh guna menghindari aksi kekerasan brutal yang dilakukan militer Myanmar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement