REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Presiden Republik Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), meminta kepada Penasehat Pemerintah Myanmar, Aung San Suu Kyi, segera bertindak mengatasi krisis Rohingnya. "Rohingnya ini masalah yang sangat serius, kita berharap sebagai sahabat Myanmar, Myanmar sungguh serius untuk mengelola permasalahan ini," ujar SBY usai menjadi pembicara kunci Seminar Demokrasi di Asia Tenggara: Capaian, Tantangan dan Prospek di Kuala Lumpur, Sabtu (2/9), yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional HAM Malaysia (SUHAKAM)
Kalau salah pengelolaan, ujar dia, katakanlah dibiarkan pembunuhan yang secara sistematis sedang terjadi seperti sekarang ini dengan apapun alasanya bisa menjurus ke pelanggaran HAM berat, "etnis cleansing" atau "genoside". "Dan itu berat sekali karena kita tunduk pada HAM, tidak tunduk pada piagam ASEAN, padahal semua anggota harus menghormati demokrasi, HAM dan 'rule of law' sehingga tidak bisa lepas dari itu semua," katanya.
SBY menegaskan, dirinya mengikuti perkembangan di Myanmar dan masalah etnis Rohingya memang sudah melebihi kepatutannya. "Saya mengerti masalah Rohingya adalah masalah komplek bagi Myanmar. Isu ini sangat sensitif bagi Myanmar tetapi meskipun komplek dan sensitif tidak boleh tidak ada solusi, bagaimanapun harus soluasi. Solusinya, harus adil, bijak, permanen sambil merujuk kepada HAM, nilai demokrasi dan hukum internasional," katanya.
Dia mengharapkan, konflik Rohingnya jangan sampai menimbulkan gelombang radikalisme dan terorisme serta jangan sampai menjadi konflik antar agama yang dampaknya makin serius lagi. SBY berharap, Myanmar dengan Aun San Suu Kyi bisa melakukan sesuatu. Ini sudah menjadi perhatian dunia. Bukan hanya negara Islam, bukan hanya Indonesia dan Malaysia tetapi ASEAN dan dunia," katanya.
Dia berpikir, ASEAN juga harus melakukan sesuatu dan tidak boleh mengatakan ini hanya urusan dalam negeri Nyanmar. "Kita mempunyai tradisi tidak mencampuri negara-negara anggota namun dalam hal ini tidak kena. Ingat kita punya 'new ASEAN charter'. Jadi 'community' dan dalam piagam itu jelas sekali, semua negara harus hormati demokrasi, HAM dan 'rule of law'. Jadi wajib bagi Myanmar dan semuanya untuk menyelesaikan masalah ini karena sudah menyentuh urusan HAM, 'rule of law' dan demokrasi," katanya.
Dikatakan SBY, Myanmar adalah keluarga sendiri karena itu harus melakukan sesuatu daripada nanti diambil alih dunia. Dirinya mengaku, beberapa kali komunikasi dengan pemimpin Myanmar, dari satu pemimpin ke pemimpin yang lain.
"Saya pernah berkunjung ke Myanmar dengan agenda utama Rohingnya. Indonesia sudah melakukan bantuan kemanusiaan, pendidikan, kesehatan. Kami tidak masuk politiknya, waktu itu saya sampaikan agar laksanakan demokrasi dan tangani Rohingya," katanya.
SBY mengatakan, Presiden Jokowi dan Menlu Retno Marsudi sudah memberikan pernyataan bagus tetapi harus lebih dari pernyataan. "Harus mengambil prakarsa bersama pemimpin lain agar segera mengambil prakarsa untuk mengangkiri pembunuhan yang sudah melebihi batas. Harapan saya kepada Ibu Aung San Suu Kyi, dunia sudah menobatkan beliau sebagai tokoh perdamaian, banyak harapan kepada beliau. Sekarang saatnya menunjukkan 'wisdom' beliau," katanya.