REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO — Uji coba rudal Korea Utara (Korut) baru-baru ini ke wilayah utara Jepang membuat pejabat negara di Tokyo memikirkan kembali tradisi pasifis di negara tersebut. Mereka mengatakan inilah saatnya Jepang mempertimbangan opsi militer tambahan, seperti pembelian rudal baru.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah mempersiapkan sebuah kebijakan untuk pertahanan nasional Jepang tahun ini. Namun, persiapan tersebut sempat terganggu dengan adanya beberapa skandal pemerintah di dalam negeri.
Kemudian pada Selasa (29/8), Korut menembakkan rudal ke Jepang, sehingga membangkitkan kembali wacana persiapan opsi militer tambahan bagi pertahanan nasional Jepang. "Haruskah kita memiliki kemampuan serangan pre-emptive?" tulis surat kabar Mainichi pada Rabu (30/8), sehari setelah uji coba rudal Korut tersebut, dikutip Fox News.
Menteri pertahanan Jepang yang baru, Itunori Onodera, mengatakan Jepang harus meningkatkan teknologi rudal untuk bisa menghadapi Korut. Dia yakin selanjutnya akan ada lebih banyak provokasi yang dilakukan oleh pemimpin Korut, Kim Jong-un.
Pada Agustus lalu, Onodera menyarakankan agar Jepang bisa menyerang pangkalan militer Korea Utara terlebih dahulu. "Kita harus mempertimbangkannya dari perspektif apa yang dapat dilakukan Jepang untuk meningkatkan kemampuan aliansi Jepang-AS dan melindungi kehidupan penduduk Jepang," katanya, menurut Japan Times.
Saat ini, kemampuan pertahanan Jepang terdiri dari sistem pertahanan rudal dua langkah. Sistem perusak Aegis ini dilengkapi dengan rudal Standard Missile-3 yang telah ditempatkan di Laut Jepang dan dapat menembak jatuh rudal.
Jika langkah pertama gagal maka Jepang juga memiliki surface-to-air PAC-3s dengan rudal anti-balistik yang dapat mencegat proyektil apapun dari jarak 12 mil. Namun, para ahli mengklaim, bagaimanapun, sistem tersebut tidak akan dapat mengatasi rudal pada lintasan tingkat tinggi atau yang memiliki beberapa hulu ledak.
Tapi, jika memiliki kemampuan serangan pre-emptive maka Jepang akan menggunakan rudal jelajah yang dapat ditembakkan langsung dari sistem perusak Aegis ke arah rudal musuh. Kemampuan tersebut bahkan memungkinkan Jepang untuk mencegat rudal dari situs peluncuran Korut, sebelum sampai ke wilayahnya.
Pada Kamis (31/8), Kementerian Pertahanan Jepang mengumumkan rekor anggaran sebesar 48 miliar dolar AS untuk melakukan pengembangan sistem pertahanan nasional. Peningkatan anggaran belanja militer dinilai sebagai bagian dari strategi yang lebih luas bagi Jepang untuk mengambil sikap yang lebih agresif di Asia Pasifik dan global.
Namun, mengembangkan serangan pre-emptive masih terlalu dini untuk Jepang. Jajak pendapat menunjukkan mayoritas warga Jepang menentangnya. "Perdana Menteri Abe tampaknya telah menolak untuk mendiskusikan serangan pre-emptive," kata Tetsuo Kotani, seorang peneliti senior di Japan Institute of International Affairs.