Ahad 03 Sep 2017 05:13 WIB

60 Ribu Warga Rohingya Lari dari Myanmar ke Bangladesh

Orang-orang etnis Rohingya, yang dipindahkan dari Kota Maungdaw, tiba di wihara untuk tempat penampungan sementara di Sittwe, Negara Bagian Rakhine, bagian barat Myanmar, 31 Agustus 2017.
Foto: EPA-EFE/NYUNT WIN
Orang-orang etnis Rohingya, yang dipindahkan dari Kota Maungdaw, tiba di wihara untuk tempat penampungan sementara di Sittwe, Negara Bagian Rakhine, bagian barat Myanmar, 31 Agustus 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, COX’S BAZAR — Hampir 60 ribu warga Rohingya menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar sejak pekan lalu. Ini dipastikan menambah tekanan pada kelangkaan sumber daya yang dimiliki badan bantuan dan masyarakat setempat, yang sudah membantu ratus-ribuan pengungsi dari serangan sebelumnya di Myanmar.

Sejumlah rincian tentang bencana tersebut, yang terkumpul dari sumber Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kabupaten Cox's Bazar di Bangladesh ialah bahwa pekerja bantuan di wilayah tersebut mengatakan sumber daya. Termasuk bahan untuk penampungan darurat, air bersih dan makanan, sangat dibutuhkan dan kepadatan pengungsi permukiman darurat menjadi masalah utama. Arus pengungsi juga menyulitkan pengenalan akan pendatang baru.

Selain itu, dengan 10 ribu orang lain saat ini terjebak di daerah tidak bertuan di antara kedua negara itu, mereka memperkirakan lebih banyak orang menyeberangi perbatasan daripada saat kemelut pada musim gugur tahun lalu, saat lebih dari 70.000 orang menyeberang.

Di samping itu, cadangan biskuit berenergi tinggi tidak cukup untuk makan semua pendatang baru, dan memberi beras untuk yang menyeberang sejak Oktober "mungkin bermasalah".

Di antara pendatang baru, sekitar 16 ribu adalah anak usia sekolah dan lebih dari lima ribu berusia di bawah lima tahun, yang memerlukan vaksin. Jumlah anak-anak tanpa pendamping dan terpisah sangat tinggi dan banyak yang trauma dan kelaparan serta memerlukan makanan kering segera dan dukungan kejiwaan.

Sarana pendidikan darurat saat ini hanya cukup untuk menampung lima ribu anak-anak dan diperlukan tambahan 500 sekolah atau pusat pembelajaran. Untuk mencegah penyalahgunaan, di antara masyarakat itu diperlukan kesadaran akan masalah, termasuk tentang pekerja anak-anak, kekerasan seksual dan berdasarkan atas gender serta perdagangan manusia, kata mereka.

Kebersihan memburuk karena arus masuk manusia meningkatkan ancaman wabah penyakit, dengan wanita hamil, anak kecil atau orang tua paling rentan. Kebersihan dan air bersih menjadi perhatian, terutama di daerah tidak bertuan tanpa sarana.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement