Ahad 03 Sep 2017 07:30 WIB

Syarikat Islam Desak PBB Hentikan Intimidasi di Myanmar

Rep: Muhyiddin/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Umum Syarikat Islam (SI) Hamdan Zoelva
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ketua Umum Syarikat Islam (SI) Hamdan Zoelva

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Syarikat Islam (SI) menyayangkan tragedi kemanusiaan yang kembali dihadapi etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar beberapa waktu lalu. Karena itu, Syarikat Islam mendesak organisasi Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan langkah untuk mengehentikan perlakuan buruk atau penganiayaan secara sistematis yang dihadapi etnis Rohingya di Myanmar.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Syarikat Islam Hamdan Zoelva mengatakan, bahwa pihaknya mengutuk keras persekusi terhadap etnis Rohingya atas nama apa pun juga. Pasalnya, penyelesaian damai sebenarnya masih sangat terbuka untuk dilakukan oleh Pemerintah Myanmar.

"Mendesak PBB untuk melakukan langkah-langkah yang tepat untuk menghentikan persekusi atas etnis Rohingya dan mewujudkan penyelesaian menyeluruh bagi pemenuhan HAM atas warga negara Myanmar di Rohingnya dan mengakhiri tragedi kemanusiaan di wilayah itu," ujar Hamdan Zoelva dalam keterangan tertulisnya, Ahad (3/9).

Ia menuturkan, sesungguhnya Myanmar telah memperlihatkan beberapa ironi besar dalam kasus Rohingya. Ironi pertama yakni penghargaan internasional, Hadiah Nobel Perdamaian, terhadap perjuangan HAM tokoh oposisi yang kini menjadi pemimpin defacto Myanmar Aung San Suu Kyi.

Menurutnya, Nobel perdamaian itu adalah hal yang bertentangan dengan semangat politik pemerintah Myanmar yang melakukan persekusi terhadap etnis Rohingya.

Ironi kedua, lanjut dia, yaitu komitmen Internasional tentang pembangunan menyeluruh dan berkelanjutan yang berbeda mencolok dengan sikap pemerintah Myanmar terhadap warga negaranya.

"Penderitaan akibat persekusi di bawah simbol negara tersebut adalah ironi besar di tengah gencarnya gerakan Internasional untuk mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs)," ucapnya.

Ironi ketiga, tambah dia, yaitu ironi historis sebab satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tokohnya pernah menjadi Sekretaris Jenderal Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen DK PBB) adalah Myanmar.

Namun, menurutnya, tragedi Rohingya yang tak kunjung memperlihatkan ujung penyelesaian damai memperlihatkan kelemahan negara Myanmar dan komunitas Internasional yang diwakili oleh PBB dan ASEAN secara regional.

"Myanmar sebagai negara yang mendapat pengakuan lembaga-lembaga resmi Internasional gamang dalam mewujudkan komitmen perdamaian dunia, demikian juga PBB dan ASEAN. Rohingnya adalah ujian berat bagi keduanya," kata Hamdan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement