Ahad 03 Sep 2017 09:46 WIB

Pengungsi Rohingya: Jika Kembali Tentara akan Menembak Kami

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Bayu Hermawan
Bocah pengungsi Rohingya melintasi rawa dalam upayanya mengungsi ke wilayah Bangladesh.
Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters
Bocah pengungsi Rohingya melintasi rawa dalam upayanya mengungsi ke wilayah Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, COX'S BAZAR -- Pengungsi Rohingya berduyun-duyun mengungsi ke daerah dekat Sungai Naf, yang merupakan wilayah perbatasan Myanmar dan Bangladesh. Sambil membawa barang-barang yang tersisa dalam karung, pengungsi bertahan di wilayah itu, demi menghindari kejaran tentara Myanmar.

Kemudian mereka membuat tenda-tenda seadanya untuk tinggal. Setidaknya mereka bisa beristirahat di bawah tenda itu meski dalam keadaan mengenaskan. Sebagian pengungsi Rohingya itu ada yang mencoba masuk ke tempat penampungan atau rumah penduduk setempat yang ada.

Terdapat juga pengungsi Rohingya yang baru datang duduk-duduk beristirahat di lapangan. Mereka menyaksikan orang-orang  membersihkan semak-semak dari sebuah bukit untuk membangun tempat penampungan sementara di Balukhali dekat Cox's Bazar.

"Kamp yang ada, kapasitasnya penuh dan jumlahnya membengkak dengan cepat. Dalam beberapa hari mendatang dibutuhkan lebih banyak ruang, "kata Juru Bicara Regional UNHCR Vivian Tan, Sabtu, (2/9).

Menurut Tan, akan lebih banyak pengungsi Rohingya yang datang. Etnis Rohingya ditolak kewarganegaraannya di Myanmar dan dianggap sebagai imigran ilegal, meski mereka sudah ada di Myanmar berabad-abad lalu.

Bangladesh juga semakin tak ramah terhadap pengungsi Rohingya. Lebih dari 400.000 pengungsi Rohingya  tinggal di Bangladesh setelah melarikan diri dari Myanmar sejak awal 1990an.

Jalal Ahmed (60 tahun) tiba di Bangladesh pada hari Jumat bersama  3.000 pengungsi Rohingya lainnya. Mereka berjalan kaki dari Kyikanpyin Oselama hampir seminggu. Ahmed mengatakan, dia yakin orang  Rohingya memang sengaja diusir dari Myanmar.

"Militer datang dengan 200 orang ke desa, mereka mulai membakar sehingga  semua rumah di desaku sudah hancur. Jika kami kembali ke sana dan tentara melihat kami maka mereka akan menembak kami," katanya pilu.

Menurut Tan, lebih banyak tempat penampungan dan perawatan medis yang dibutuhkan. "Ada banyak ibu hamil dan ibu menyusui, juga anak kecil, bahkan beberapa di antaranya baru lahir dalam pelarian. Mereka semua butuh bantuan medis," katanya.

Di antara pengungsi baru adalah Tahara Begum yang berusia 22 tahun. Ia melahirkan anak keduanya di sebuah hutan dalam perjalanan ke Banglades. "Itu adalah hal tersulit yang pernah saya lakukan," kata Begum.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement