Senin 04 Sep 2017 04:50 WIB

Soal Rohingya, Inggris Minta Suu Kyi Segera Ambil Tindakan

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Boris Johnson
Foto: IST
Boris Johnson

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson mengatakan, perlakuan Myanmar terhadap etnis muslim Rohingnya telah mencemarkan reputasi negara itu. Dirinya mengingatkan agar pemimpin Myanmar tersebut mengambil langkah dalam melindungi etnis Rohingnya.

Dalam sebuah pernyataan, Johnson menyebut bahwa Suu Kyi merupakan salah satu tokoh panutan di zamannya. Namun, perlakuan negaranya terhadap Rohingnya menodai reputasi itu.

"Dia (Suu Kyi), menghadapi tantangan besar dalam modernisasi negaranya. Sangat penting bahwa dia mnendapat dukungan dari militer Myanmar sehingga upaya menciptakan perdamaian tidak mengalami kebuntuan,' ujar Johnson sebagaimana dilansir dari The National, Senin (4/9).

Pihaknya berharap, Suu Kyi bisa menggunakan kemampuannya untuk menyatukan negaranya. "Agar bisa menghentikan kekerasan serta prasangka yang menimpa kaum muslim serta komunitas lainnya di negara bagian Rakhine," tegas Johnson.

Jhonson melanjutkan jika upaya Suu Kyi akan mendapat dukungan dari Inggris.

Sementara itu, kelompok HAM Burma Campaign yang berbasis di Inggris menyebut pernyataan Johnson bisa memberi dampak yang lebih jauh. Kelompok ini juga menyarankan pemerintah Inggris perlu menekan Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Ming Aung Hlaing, agar menghentikan serangan di Rakhine.

Direktur Burma Campaign, Mark Framer, mengatakan pernyataan Menteri Johnson secara eksplisit mengacu kepada pelanggaran HAM di Myanmar.

"Mengapa tidak menyebutkan pembunuhan massal, membakar desa atau menggunakan kata-kata hak asasi manusia?," tulisnya melalui akun twitter miliknya.

Seperti diketahui,tentara dan penduduk bersenjata dituduh membakar rumah dan melakukan kekejaman di seluruh negara bagian Rakhine. Organisasi hak asasi manusia Asia Tenggara, Fortify Rights mengatakan ribuan warga sipil Rohingya telah kehilangan tempat tinggal karena kebakaran menyebar ke seluruh desa.

Menurut badan pengungsi PBB, sekitar 58.000 orang telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh saat mereka berusaha melepaskan diri dari pertumpahan darah. Beberapa telah tenggelam saat mencoba melakukan perjalanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement