REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Centre for Local Law Development Studies (CLDS), Prof Jawahir Thonthowi, mengingatkan masyarakat Indonesia jangan sampai ada yang pergi ke Myanmar untuk menjadi pemberontak. Dia mengimbau masyarakat mempercayakan upaya-upaya yang ada kepada pemerintah.
"Memohon kaum Muslimin percayakan kepada pemerintah, jangan sekali-kali kirim jihadis ke sana," kata Jawahir di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Senin (4/9).
Dia mengatakan, pengiriman orang-orang untuk menjadi pemberontak ke Myanmar hanya akan mencoreng nama Indonesia karena merupakan pelanggaran hukum internasional. Karenanya, Jawahir berharap motif-motif membantu dengan cara menjadi pemberontak jangan sampai terpikirkan.
Namun, dia mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengadakan pembicaraan secara langsung dengan Aung San Suu Kyi, dan tidak lagi mengadakan pembicaraan cuma kepada pejabat-pejabat Myanmar di bawahnya. Selain itu, Jawahir berharap berbagai lembaga swadaya (LSM) dunia dapat segera masuk ke Rakhine. "Sebab itu ditahan bantuan kemanusiaan, kita harap semua bisa masuk ke Rakhine untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan yang ada," ujarnya.
Dekan Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Aunur Rahim Faqih, mengatakan pemerintah harus kuat menjaga masyarakatnya agar tidak berangkat ke Myanmar dengan niat selain memberi bantuan kemanusiaan. Menurut Aunur, menjadi pemberontak cuma menambah masalah baru ke Rohingya. "Kita harus bisa menyelesaikan masalah tanpa membuat masalah baru," kata Aunur.