Rabu 06 Sep 2017 14:32 WIB

Pertemuan Parlemen Dunia Momentum Selesaikan Masalah Rohingya

Rep: Kabul Astuti/ Red: Endro Yuwanto
Peta lokasi konflik sepanjang perbatasan Myanmar.
Foto: Reuters
Peta lokasi konflik sepanjang perbatasan Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menjadi tuan rumah konferensi parlemen dunia World Parliamentary Forum on Sustainable Development di Nusa Dua, Bali pada 6-7 September 2017. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah berharap momentum ini bisa menjadi momentum bersejarah dunia untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan di Rohingya, Myanmar.

Sederet negara yang selama ini menjadi buah bibir internasional terkait masalah kemanusiaan di Rohingya turut hadir dalam pertemuan ini. Di antaranya, Bangladesh, negara tetangga Myanmar yang hingga hari ini masih enggan membuka perbatasannya menampung pengungsi Rohingya.

Ada pula delegasi dari Turki, negara yang terlihat paling menonjol dalam menginisiasi bantuan kemanusiaan di Rohingya. Turki bahkan ikut melakukan ancaman dan tekanan politik dan militer ke Myanmar. Sayangnya, parlemen Myanmar tak hadir dalam pertemuan parlemen dunia yang sedang berlangsung di Bali ini.

Dalam pertemuan ini, Fahri Hamzah menyatakan akan mendorong pertemuan empat delegasi Indonesia, Turki, Bangladesh, dan Myanmar, untuk mendapatkan solusi dan formula bagi masalah di Myanmar. Menurut dia, menyelamatkan masa depan etnis Rohingya adalah bagian dari konsolidasi demokrasi.

"Masalah di Rohingya adalah masalah multikultur di mana seharusnya kaum minoritas dilindungi hak-haknya. Kegagalan dalam mengelola perbedaan antaretnis hingga terjadi diskriminasi dan kekerasan etnis di Rohingya, berbahaya bagi demokrasi di Myanmar," kata Fahri, Rabu (6/9).

Fahri menyatakan bahwa berdasarkan penyelidikan awal, militer Myanmar terlibat dalam kekerasan bersenjata, di mana mereka secara komando dan terorganisir menyisir penduduk, melakukan kekerasan, membunuh, dan mengusir ratusan ribu penduduk.

Jika informasi ini benar, Fahri menyatakan, maka masalah etnis Rohingya di Myanmar bukan lagi masalah biasa. Tapi, adalah kejahatan kemanusiaan. Menurut dia, Myanmar bisa diberi sanksi oleh ASEAN dan dunia. Kejahatan kemanusiaan memungkinkan adanya aktor yang dapat diseret di Mahkamah Internasional atas pelanggaran HAM berat di Myanmar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement