Jumat 08 Sep 2017 21:35 WIB

PBB: Republik Afrika Tengah Berisiko Menjadi Konflik Besar

Rep: Marniati / Red: Teguh Firmansyah
Militan Kristen Antibalak yang terlibat perseteruan dengan militan Islam, Seleka, di Republik Afrika Tengah.
Foto: Reuters/Goran Tomasevic
Militan Kristen Antibalak yang terlibat perseteruan dengan militan Islam, Seleka, di Republik Afrika Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, GENEVA -- Sebuah laporan PBB menyebutkan pertempuran etnis yang mematikan di Republik Afrika Tengah dapat menjadi konflik dengan skala jauh lebih besar jika tak ada yang dilakukan untuk meredakan ketegangan.

Seperlima populasi mengungsi sejak milisi Seleka berupaya mengkudeta presiden pada 2013. Tindakan Seleka memprovokasi erangan balasan dari milisi anti-balaka Kristen. Pasukan penjaga perdamaian PBB berjuang untuk menahan konflik agar tidak semakin besar.  Tak sedikit warga Muslim di Republik Afrika Tengah yang menjadi korban.

"Sangat peka bahwa kemungkinan konflik bersenjata lain mungkin terjadi, jika pelaku bersenjata asing, bersama dengan kelompok bersenjata lokal, tidak dibongkar dan ditekan secara efektif," ujar Komisi HAM PBB.

Pasukan keamanan nasional terlalu lemah untuk menangani kelompok bersenjata dan mengatasi pertengkaran dari konflik di negara-negara tetangga. Personel militer PBB yang jumlahnya hanya 10 ribu, telah gagal meyakinkan penduduk setempat bahwa mereka dapat melindunginya.

Pasukan Uganda dan AS ditarik keluar awal tahun ini, yang menyatakan kesuksesannya melawan Tentara Perlawanan Tuhan atau Lord''s Resistance Army. Kelompok ini merupakan milisi regional yang terkenal selama dua dekade menculik anak-anak untuk digunakan sebagai pejuang dan budak seks.

Pada Kamis, Amnesty International mengeluarkan laporannya sendiri yang menyebutkan adanya pemerkosaan sistematis dan pembunuhan warga sipil dalam pertempuran etnis.

"Jika mandat PBB di Republik Afrika Tengah berarti maka warga sipil harus dilindungi dengan lebih baik," kata Joanne Mariner dari kelompok hak asasi manusia tersebut.

Kepala penjaga perdamaian PBB, Jean-Pierre Lacroix mengatakan misi PBB di Republik Afrika Tengah (MINUSCA) harus melakukan perubahan. Ia juga mengaku PBB kekurangan personel yang diperlukan.

"Saat ini kami memiliki plafon pasukan yang menurut kami sedikit di bawah apa yang kami butuhkan. Mandat MINUSCA memberi wewenang untuk memiliki 10.750 personil militer, sebuah laporan PBB baru-baru ini mengatakan ada 10.098 di lapangan," katanya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement