REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) mengumumkan sebuah gencatan senjata pada hari Ahad. Mereka mendesak agar tentara Myanmar untuk ikut melakukan gencatan senjata.
Namun juru bicara pemerintah Zaw Htay mengatakan Myanmar tidak akan bernegosiasi dengan teroris. Dilansir dari BBC, Senin (11/9), sekitar 294 ribu Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak kekerasan meletus di negara bagian Rakhine bulan lalu.
ARSA menyerang beberapa pos polisi pada 25 Agustus, menewaskan 12 orang. ARSA mengumumkan gencatan senjata di Twitter. Mereka mengatakan gencatan senjata diperlukan untuk memungkinkan LSM dan Badan Internasional menilai dan merespons krisis kemanusiaan di Rakhine.
Sementara itu, pihak berwenang di Bangladesh mengatakan mereka berjuang untuk mengatasi masuknya pengungsi Rohingya. Menteri luar negeri negara itu Mahmood Ali menggambarkan kekerasan di Myanmar sebagai genosida.
Rohingya yang tiba di Bangladesh tinggal di kamp darurat. Meskipun ada upaya oleh lembaga bantuan internasional dan sukarelawan lokal, namun air, makanan dan obat-obatan tidak banyak tersedia.