REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Meskipun ISIS telah dikalahkan di markas besar mereka di Mosul dan Tel Afar, Irak, militan kelompok teroris tersebut masih terus mencuri dan menyelundupkan minyak mentah dari ladang minyak Irak. Hal ini dilakukan ISIS untuk mendanai kampanye teror mereka.
"Sementara ISIS terus-menerus kehilangan kekuasaannya di daerah-daerah berpenduduk, mereka masih menguasai wilayah yang tidak terlalu penting yang masih mengandung minyak," kata Justin Dargin, pakar energi global di Universitas Oxford, kepada Fox News.
"Akibatnya, ISIS terus menyelundupkan sebanyak mungkin minyak dalam upaya untuk memperoleh pendapatan yang terus menurun," ujar dia.
Menurut North Oil Company (NOC) yang dikelola Irak, ISIS masih mengendalikan sejumlah ladang minyak di bagian utara Ajil yang lahannya diperebutkan Irak dan pemerintah Kurdi. Jaringan teroris ini juga masih menguasai 75 persen wilayah di Alas Dome dan Hamrin.
Di daerah inilah para teroris dilaporkan telah mengatur penyelundupan minyak besar-besaran yang mencakup ribuan hektar ladang minyak di selatan Pegunungan Hamrin. Minyak-minyak itu bahkan membanjiri jalan-jalan pedesaan di timur laut Tikrit.
Kelompok ini terus mengeksploitasi pekerja lokal yang secara finansial putus asa untuk melanjutkan produksi dan pengiriman minyak. Mereka juga sangat bergantung pada teknisi dan insinyur profesional yang sebelumnya bekerja di area itu untuk memelihara dan mengelola sumur bor.
Tanpa memikirkan dampak lingkungannya, ISIS tetap menghasilkan uang dari pencurian minyak itu. "ISIS dapat memanfaatkan jaringan penyelundupan lama yang ada sejak rezim Saddam Hussein untuk menghindari sanksi internasional," kata Dargin.
"Meskipun telah terjadi degradasi jaringan yang signifikan karena pemboman dan upaya global perlawanan terhadap ISIS, namun tetap mereka ada. Jika satu rute penyelundupan terancam, ISIS dapat beralih ke rute lain," jelasnya.
Kapasitas ISIS untuk mengekspor minyak telah terdegradasi dalam dua tahun terakhir, karena mereka telah kehilangan sekitar 90 persen lahan. Jika pada 2014-2015 ISIS dapat menghasilkan 50 juta dolar AS per bulan dari penyelundupan minyak, saat ini mereka hanya mendapatkan paling banyak 10 juta dolar AS.
Lee Oughton, seorang ahli keamanan yang telah lama tinggal di Irak dan mantan manajer global di ladang minyak Halliburton, pengatakan, upaya penyelundupan minyak ISIS dilakukan dengan bantuan militan-militan sempalan yang telah mengizinkan perdagangan ilegal ke Turki, Suriah, dan Iran.
"ISIS dan kelompok milisi lainnya seringkali memiliki sistem senjata dan jaringan intelijen mutakhir yang sama bagusnya dengan beberapa agen intel terbaik di dunia," kata Oughton.
Oughton juga mengamati, minyak yang berasal dari ISIS diketahui telah diperdagangkan melalui Irak untuk disuling di Turki dan kemudian digunakan di dalam negeri atau di luar perbatasan. Departemen Luar Negeri AS pada Januari lalu juga menuduh pemerintah Suriah telah membuat kesepakatan dengan militan untuk membeli minyak pasar gelap.