REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen, Nurhayati Ali Assegaf mengatakan, dalam pertemuannya dengan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) memberikan pernyataan apa yang terjadi di Myanmar adalah bentuk pemusnahan Etnis Rohingya.
Nurhayati menjelaskan, BKSAP sengaja mengundang lembaga UNHCR (Uniter Nation High Commissioner for Refugees) untuk mengetahui keadaan terakhir pengungsi Rohingya.
"Kami sengaja mengundang UNHCR dalam rangka memastikan, mempersiapkan diri untuk mengenai isu Rohingya," ujar dia saat ditemui selepas melakukan pertemuan dengan delegasi UNHCR di Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.
UNHCR, lanjut dia, menyampaikan beberapa informasi di antaranya akses yang belum dibuka oleh pemerintahan Myanmar ke daerah konflik. Selain itu, lanjut dia, mayoritas pengungsi yang disebutkan oleh UNHCR adalah perempuan dan anak-anak.
"Sebagian besar adalah perempuan dan anak, juga orang-orang tua. Karena apa, karena yang muda-muda sudah banyak yang meninggal bahkan, sebagai korban," kata dia.
UNHCR juga menyampaikan statemen dari Sekjen PBB, Antonio Gutteres. Antonio, kata dia, meminta agar pemerintahan Myanmar juga segera memberikan hak warga negara pada orang-orang Rohingya.
"Paling tidak memberikan akses untuk tinggal dan hidup sebagaimana yang kita yakini yang kita sepakati dalam perjanjian Human Right, bahwa siapa pun tidak bisa dinafikan hak asasi manusiannya," jelas dia.
Nurhayati mengatakan, rombongan parlemen Indonesia juga akan melakukan kunjungan para para pengungsi kekerasan Rohingya di Bangladesh. Pihak UNHCR direncanakan akan tiba hari ini di kamp pengungsian Rohingya di Banglafsh.
"DPR-RI (juga) akan membawa resolusi nanti di pertemuan di Filipina nanti tanggal 15 sampai 19 September ini," ujar dia mengakhiri.