Rabu 13 Sep 2017 10:48 WIB

Bangladesh Desak Myanmar Mengambil Kembali Pengungsi Rohingya

Rep: MARNIATI ./ Red: Winda Destiana Putri
Bocah Rohingya di pengungsian Rohingya di Ukhiya, Cox Bazaar, Bangladesh
Foto: Abir Abdullah/EPA
Bocah Rohingya di pengungsian Rohingya di Ukhiya, Cox Bazaar, Bangladesh

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Perdana menteri Bangladesh telah meminta PBB dan masyarakat internasional untuk menekan pemerintah Myanmar. Hal itu bertujuan agar negara dengan mayoritas Buddhis tersebut mengambil kembali ratusan ribu pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan baru-baru ini.

Sheikh Hasina, saat berkunjung ke kamp pengungsi Kutupalong pada hari Selasa, mengatakan Bangladesh akan menawarkan perlindungan sementara bagi pengungsi tersebut, namun Myanmar harus segera membawa warga negaranya kembali.

Menurut PBB, Sekitar 370 ribu populasi minoritas Rohingya di Myanmar telah meninggalkan negara bagian Rakhine ke negara tetangga Bangladesh dalam beberapa pekan terakhir. "Di parlemen kita telah mengambil sebuah resolusi bahwa Myanmar harus membawa semua warganya kembali ke negara mereka dan menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga mereka bisa kembali," kata Hasina seperti dilansir Aljazirah, Selasa (12/9).

Pekerja bantuan di Bangladesh mengatakan mereka mencoba untuk meningkatkan bantuan bagi pengungsi Rohingya. "Kebutuhannya sangat besar. Kami membantu secepat mungkin, tapi kami butuh bantuan internasional untuk membantu orang-orang ini," kata Corinne Ambler, dari kelompok kemanusiaan Palang Merah.

Para pengungsi tertekan karena setelah melarikan diri dari negara mereka, mereka harus menghadapi kondisi sulit di kamp pengungsian. Krisis yang terjadi di Myanmar telah menarik kritik tajam dari seluruh dunia.

Pada hari Selasa, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyebut pembunuhan Muslim sebagai bencana politik bagi Myanmar.

Kepala HAM PBB Zeid Ra'ad al-Hussein mengecam situasi di Myanmar sebagai tindakan pembersihan etnis. Inggris dan Swedia telah meminta Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan mendesak pada hari Rabu untuk menangani situasi Rohingya.

PBB menggambarkan Rohingya sebagai orang yang paling teraniaya di dunia. Rohingya telah ditolak kewarganegaraannya di Myanmar sejak tahun 1982, yang telah secara efektif membuat mereka tanpa kewarganegaraan.

Setelah melarikan diri dari gelombang kekerasan baru-baru ini, banyak orang takut akan kehidupan mereka di Myanmar. "Jika kita kembali mereka akan membunuh kita," Rahima Begum, seorang pengungsi Rohingya berusia 24 tahun.

Sementara itu, ada pula yang mencari kebutuhan dasar dan perlindungan di tengah meningkatnya ketegangan. "Kami ingin tinggal di sini dengan selamat di Bangladesh. Inilah sebabnya mengapa kita lolos, tapi kita butuh makanan dan tempat tinggal," kata Harun, seorang pengungsi lainnya.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement