Rabu 13 Sep 2017 20:37 WIB

Sistem Arisan di Sydney Ambruk, Peserta Dirugikan Rp 4 M

Rep: Sastra Wijaya/ Red:
abc news
abc news

Sedikitnya 40 warga Indonesia yang tinggal di Sydney (New South Wales) mengkhawatirkan uang yang mereka ikutkan dalam arisan akan hilang, setelah koordinator arisan tersebut menghilang sejak beberapa waktu terakhir.

Jumlah kerugian dari dokumen yang sudah dilihat oleh ABC Australia Plus diperkirakan sekurangnya 400 ribu dolar AS (sekitar Rp 4 miliar).

Koordinator arisan ini, seorang wanita berinisial DP, kini sudah tidak diketahui keberadaannya. Para korban memperkirakan DP berada di Indonesia karena diduga memiliki rumah atau sanak keluarga yang tinggal di Medan (Sumatra Utara).

Beberapa korban sudah melaporkan apa yang terjadi dengan mereka kepada kepolisian di New South Wales. ABC sudah meminta keterangan dari kepolisian, namun sejauh ini belum mendapatkan keterangan resmi.

Namun dalam korespondensi yang dilakukan korban dengan polisi disebutkan bahwa kasus ini sekarang ditangani oleh kantor polisi Fairfield di Sydney.

Menurut keterangan, beberapa orang yang merasa menjadi korban telah meminta agar rekening DP di Australia dibekukan, namun menurut polisi, bank tidak bersedia membekukan karena hal itu harus mendapat perintah dari pengadilan.

Selasa (13/9), wartawan ABC Sastra Wijaya berbicara dengan dua orang korban yang mengatakan dana mereka masing-masing 20 ribu dolar AS dan 10 ribu dolar AS sekarang tersangkut dalam arisan tersebut, dan mereka sangat mengkhawatirkan bahwa dana tersebut tidak akan bisa kembali.

Dari daftar uang yang sudah disetorkan untuk arisan, mereka yang mengalami kerugian saat ini bervariasi antara 1.000 dolar AS sampai tertinggi 52 ribu dolar AS.

Seorang ibu rumah tangga yang menolak disebut identitas lengkapnya, dan hanya menyebut dirinya F, mengatakan bahwa akibat kejadian ini, dia sangat mengkhawatirkan masa depan keluarganya.

Contoh daftar arisan yang beredar di Sydney
Contoh daftar arisan yang beredar di Sydney

Foto: Istimewa

"Saya sudah diancam oleh suami akan diceraikan bila uang tersebut tidak kembali. Padahal uang itu akan kami gunakan untuk membayar uang sekolah anak $ 10 ribu dan juga biaya untuk memperpanjang visa," kata F yang memiliki dana $ 20 ribu yang sekarang tidak diketahui keberadaannya.

F mengatakan dia sudah mengikuti arisan ini sejak dua tahun terakhir dan sebelumnya sudah mendapatkan bagian tanpa adanya masalah.

Sistem arisan yang dilakukan di Sydney ini tidak berbeda dengan sistem arisan yang dilakukan di Indonesia umumnya. Beberapa orang mengumpulkan uang dan di waktu tertentu, misalnya setiap dua minggu, atau per bulan, uang yang terkumpul itu diberikan kepada satu orang yang mendapat giliran.

Lalu mengapa uang yang terlibat dalam aliran ini mencapai angka ratusan ribu dolar atau miliar rupiah?

Dari dokumen yang dilihat oleh ABC, koordinator arisan memiliki beberapa kelompok arisan yang berjalan dalam waktu bersamaan.

F misalnya saat ini mengikuti empat kelompok arisan berbeda. "Saya sudah pernah dapat sekali, sementara ini yang tiga belum selesai," katanya lagi.

Ketika ditanya motivasinya ikut arisan, F mengaatakan bahwa sebagai seorang ibu rumah tangga dengan dua anak yang tidak bisa bekerja karena anak-anak yang masih kecil, dia melihat arisan sebagai satu cara untuk menambah pemasukan bagi keluarga mereka.

"Karena saya pikir kalau saya simpan di bank, kadang kalau lihat rekening mungkin akan tergoda untuk belanja," katanya lagi.

Apakah F sebelumnya tidak khawatir nantinya dia akan mengalami masalah seperti sekarang? "Dulu saya tidak merasa akan tertipu, karena awal-awalnya semuanya lancar, dan juga uang saya tidak banyak," katanya.

"Kemudian ketika sudah merasa nyaman, saya mulai kirim uang terus, meski suami saya sempat memperingatkan saya untuk berhati-hati," tambahnya.

"Tetapi saya tidak mendengarkan pendapat suami karena saya melihat DP sebagai orang yang jujur," kata F lagi.

Seorang perempuan lainnya yang juga berinisial F mengatakan bahwa untuk sementara dana yang ditanamkan di arisan tersebut adalah 10 ribu dolar AS.

"Saya ikut arisan sejak awal 2015. Awalnya saya ikut yang kecil yang penarikannya $ 3000, semua berjalan lancar," jelasnya.

"Saya kemudian ikut lagi yang 5.000 dolar as, 8.500 dolar AS, 10 ribu dolar AS, 15 ribu dolar AS," katanya kepada Sastra Wijaya.

Menurut kedua orang yang dihubungi ABC, masalah dengan arisan ini muncul bulan Juli 2017 lalu.

"Ketika itu koordinator arisan mengatakan bahwa rekening banknya dibekukan oleh ATO (Kantor Perpajakan Australia). Namun belakangan alasannya berubah-ubah, dan kemudian kontaknya di WA dan FB tidak bisa dihubungi," kata F.

Beberapa orang yang khawatir akan dana mereka sempat mendatangi rumah koordinator tersebut. Namun hanya berhasil menemui suami DP, yang mengatakan bahwa dia sudah bercerai dari istrinya, dan tidak tinggal serumah lagi.

Jangan percaya begitu saja dalam soal uang

Didi Setyawan adalah koordinator sebuah kelompok komunitas Facebook bernama The Rock di Sydney dan berusaha membantu untuk mengatasi kasus arisan tersebut.

"Saya sudah menghubungi kedua belah pihak untuk melakukan mediasi. Jadi berusaha menyelesaikannya baik baik. Hasilnya dari pihak koordinator merasa tidak ada kasus dan pihak suami merasa merekalah yang jadi korban," kata Didi kepada ABC mengenai apa yang terjadi.

Koordinator arisan tersebut tidak merasa bersalah, menurut Didi, karena ketika ada masalah bulan Juli lalu karena beberapa orang tidak dibayar, beberapa korban lain tidak mau menyetor uang lagi.

"Itulah yang menyebabkan sistem arisannya hancur karena tidak ada uang yang masuk. Itulah mengapa koordinator merasa hal itu bukan kesalahan dia," tambah Didi.

Namun menurut keterangan yang didapat Didi dari para korban, koordinator arisan ini memasukkan nama-nama fiktif supaya dia mendapat uang tunai duluan.

"Itulah mungkin salah satu alasan mengapa dia menolak mediasi karena akan terbongkar semua nama-nama yang ada di dalam list arisan tersebut," jelasnya.

Terlepas dari semua ini, Didi Setyawan berharap agar kasus ini bisa menjadi bahan masukan bagi semua pihak untuk lebih bijaksana menaruh uang.

"Tahun 2015 juga terjadi kasus pinjam-meminjam yang cukup banyak. Dimana pelaku memakai uang tersebut untuk bayar apartemen di Jakarta," ujarnya.

"Oleh karena itu, saya ingin mengingatkan agar kita jangan percaya begitu saja kepada orang sampai dengan mudahnya mentransfer uang dalam jumlah ribuan dollar," katanya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement