REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan, kekerasan yang dilakukan Myanmar terhadap Muslim Rohingya menandai kematian penerima hadiah Nobel Perdamaian. Ia menyindir tajam pemimpin Myanmar sekaligus peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi.
"Sebuah pemerintah yang kejam, di atasnya duduk wanita kejam yang dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian. Mereka membunuh orang-orang yang tidak bersalah, membakar mereka, menghancurkan rumah mereka, dan mengusir mereka namun tidak ada reaksi nyata yang terlihat," kata Khamenei dalam sebuah pidato di Teheran seperti dilansir Channel News Asia, Selasa, (12/9).
Suu Kyi selama ini terus dikecam akibat bungkam dan tak mau mengutuk serangan brutal tentara Myanmar terhadap minoritas Muslim di negaranya. Padahal Suu Kyi merupakan pemimpin efektif sekarang. "Ya, mereka mengecamnya, mengeluarkan pernyataan, tapi apa gunanya? Mereka harus bertindak. Ini menandai kematian penerima Hadiah Nobel Perdamaian," ujar Khamenei.
Menurut Khamenei, masalah di Myanmar bukan pertentangan umat Buddha dan Muslim. Mungkin beberapa orang fanatik agama berperan, tapi pemerintah melakukan persekusi ini. Jadi ini adalah isu politik. "Solusinya adalah agar pemerintah negara-negara Muslim bertindak. Kami tidak meminta mereka harus mengirim pasukan ke sana, tapi melakukan tekanan politik dan ekonomi kepada Myanmar," ujar Khamenei.
Dia meminta Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengadakan pertemuan khusus untuk membahas tindakan apa yang dapat diambil guna mengatasi masalah yang dihadapi Rohingya Muslim.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, sebanyak 370 ribu Muslim Rohingya telah meninggalkan Myanmar yang mayoritas beragama Buddha sejak tentara Myanmar meluncurkan sebuah operasi keamanan besar dalam menanggapi serangan militan Rohingya akhir bulan lalu.
Kepala HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein mengatakan, operasi tersebut sebagai contoh tentang pemusnahan etnis.