REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan Indonesia untuk ASEAN Intergovermental Commission on Human Rights (AICHR), Dinna Wisnu menilai upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengatasi krisis kemanusiaan di Rakhine belum cukup. Menurutnya, perlu ada usaha yang sifatnya lebih permanen.
Dinna mengaku tetap mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan ini. Hal itu seperti diplomasi dengan pemerintah Myanmar yang intens serta mengirimkan bantuan. "Namun, perlu ada pengembangan paralel dan permanen yang saat ini belum cukup, " ujar Dinna dalam diskusi tentang krisis Rohingya, di Aula Griya Gus Dur, Menteng, Jakarta, Kamis (14/9).
Dinna juga memandang masalah di Rakhine State sudah bukan bersifat regional sehingga negara ASEAN juga harus mencarikan solusi. Pasalnya, secara politik, negara yang memiliki penduduk Muslim juga terpengaruh oleh situasi umat Muslim di Rakhine.
AICHR melihat bahwa telah terjadi dengan nyata kekerasan yang dialami manusia yang mengungsi ke negara tetangga Myanmar. Di samping itu, telah terjadi indikasi pelanggaran HAM yang berbentuk kekerasan serta kegagalan Myanmar melindungi kekerasan tersebut. Hal itu ditambah dengan pelanggaran HAM secara regular dalam bentuk kekerasan anak dan perempuan, hilangnya kehidupan yang layak, serta perdagangan manusia atau human trafficking.
"Alasan ini juat mengapa masalah Rakhine ini masalah kita di ASEAN. Indonesia harus memimpin untuk penyelesaian jangka panjang, " kata Dinna.