REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pengamat masalah internasional dari Universitas Riau Erdianto berpendapat, PBB sudah pantas untuk menyeret para pemimpin Myanmar ke Mahkamah Pidana Internasional. Mereka layak diadili atas tragedi kemanusiaan terhadap Muslim Rohingya.
"Tragedi kemanusian di Rakhine, Myanmar bukan sekedar konflik antara pemerintah dengan pemberontak tetapi telah terjadi pembantaian etnis atau kejahatan genosida," kata dia di Pekanbaru, Jumat (15/9).
Menurut Erdianto, peristiwa kekejaman serupa telah mengantarkan diadilinya para pemimpin Rwanda dan Serbia ke Mahkamah Ad Hoc Internasional dengan tuduhan kejahatan kemanusiaan.
Atas kejahatan kemanusian itu juga yang melatarbelakangi berdirinya Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda. "Jika standar HAM negara-negara dunia dan PBB tidak bersifat ganda, maka sudah tidak ada alasan lagi untuk tidak menyeret para pemimpin Myanmar ke Mahkamah Pidana Internasional meskipun Myanmar tidak tergabung sebagai anggota ICC," katanya.
Ia mencontohkan, terobosan hukum dalam berbagai sidang HAM ad hoc seperti Nurenberg, Tokyo, Rwanda dan Serbia, sudah cukup untuk dijadikan yurisprudensi. Apalagi isu Rohingya bukan sekadar isu separatisme tetapi isu kemanusiaan, isu pembantaian umat manusia di era teknologi informasi.
"Lupakan apa agama anda, abaikan apa agama masyarakat Rohingya, sempatkan diri untuk menonton video kekerasan di Rakhine, jika jujur pada hati nurani anda, tentu lah hati anda memberontak dan marah, karena mereka adalah manusia seperti anda, mereka dan kita semua."