REPUBLIKA.CO.ID,Nural Kobir, seorang pria beretnis Rohingya dari negara bagian Rakhine di Myanmar, mengatakan bahwa ia datang ke Perth pada tahun 2012 sebagai pengungsi setelah militer Myanmar membakar desanya. Kobir bergabung dengan para politisi, kelompok hak asasi manusia dan pemimpin spiritual dari beberapa agama untuk menemui ratusan orang di sebuah unjuk rasa di luar Parlemen Perth akhir pekan ini.
Lebih dari 380.000 etnis Rohingya telah melintasi perbatasan ke Bangladesh dalam tiga minggu terakhir, menyusul laporan penganiayaan dan pembunuhan massal di tangan militer Myanmar. Kampanye militer yang menurut Myanmar ditujukan untuk teroris Muslim telah disebut oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai "pembersihan etnis".
Kobir khawatir akan kesejahteraan kerabatnya di negara bagian Rakhine, dan mengatakan dua keponakannya tak terlihat sejak militer tiba di desa mereka pekan lalu. "Mereka telah mengambil dua keponakan laki-laki saya, dan mereka telah mengambil anak-anak dari banyak orang lainnya dan kami tak tahu keberadaan mereka," ungkapnya.
"Mengapa dunia masih diam terhadap penindasan ini, mengapa pasukan keamanan tak dikirim oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa?” ujarnya. "Kami meminta semua warga Australia untuk bergabung dengan kami menyuarakan moral dan menuntut diakhirinya kekejaman ini."
Menurut kelompok Amnesty International, gambar satelit menunjukkan, hingga 80 tempat telah terbakar di negara bagian Rakhine sejak 25 Agustus, dan mereka menduga seluruh desa telah dihancurkan hingga rata dengan tanah. Kondisi mengerikan ini jauh dari kata selesai bagi mereka yang telah melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh, mengingat negara miskin tersebut kurang siap untuk merawat jumlah pengungsi yang masuk.
Pemerintah Australia telah berkomitmen menyediakan hingga 5 juta dolar AS (atau setara Rp 50 miliar) untuk menanggapi krisis tersebut. Bantuan itu disebut akan membantu menyediakan makanan pokok bagi pengungsi.
Lebih dari 380.000 warga Rohingya telah melintasi perbatasan Myanmar-Bangladesh sejak bulan Agustus. ABC News: James Carmody
Presiden Amnesty International wilayah Australia Barat, Leonie Alexander, mengatakan bahwa Pemerintah Australia bisa berbuat lebih banyak.
"Khususnya, kami ingin segera meningkatkan penerimaan pengungsi ke Australia," ujarnya.
"Kami menyambut baik 5 juta dolar AS (atau setara Rp 50 miliar) yang baru-baru ini dijanjikan Julie Bishop (Menlu Australia), tapi yang sebenarnya kami minta adalah agar Pemerintah memberikan tekanan lebih besar kepada militer Myanmar dan Pemerintah Myanmar," kata Alexander.
Partai Hijau desak penerimaan pengungi Myanmar
Partai Hijau Australia telah mengumumkan desakan kepada Pemerintah Australia untuk memberi tekanan lebih besar pada pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi. Anggota Partai Hijau dari Australia Barat, Alison Xamon, berbicara atas nama Senator Partai Hijau, Nick McKim, dalam unjuk rasa tersebut.
"Kita tak bisa menunggu satu hari lagi -kita berbicara tentang ratusan ribu orang terlantar dan ini adalah krisis yang sedang muncul saat ini," sebutnya. "Saya pikir kita benar-benar melihat terbukanya genosida.”
"Saya rasa, kita juga perlu, memikirkan bahwa menjadi tanggung jawab kita-lah untuk menerima pengungsi kemanusiaan sebagai masalah yang mendesak."
Amnesty International mengatakan, hingga 80 desa Rohingya telah dihancurkan. ABC News: James Carmody
Anggota Parlemen Federal dari Partai Buruh, Josh Wilson, juga hadir atas nama juru bicara urusan luar negeri Partai Buruh, Penny Wong.
"Australia memiliki sejarah yang membanggakan sebagai warga negara internasional yang baik dan sebagai negara yang memperjuangkan perdamaian dan mengakhiri kekerasan dalam krisis kemanusiaan di manapun hal itu terjadi," sebutnya.
"Saya pikir, hal yang benar bahwa kita bersuara pada kesempatan ini dan kita berbicara dalam kondisi yang mendesak dan kita menyerukan diakhirinya pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan di Myanmar."
Unjuk rasa di Perth adalah satu dari puluhan aksi serupa yang diadakan di kota-kota di seluruh dunia akhir pekan ini.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterbitkan: 16:45 WIB 17/09/2017 oleh Nurina Savitri.