REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi memiliki kesempatan terakhir untuk menghentikan serangan tentara yang telah memaksa ratusan ribu orang Muslim Rohingya untuk melarikan diri ke luar negeri.
"Jika dia tidak membalikkan keadaan sekarang, maka saya pikir tragedi itu akan sangat mengerikan, dan sayangnya saya tidak melihat bagaimana ini bisa dihentikan di masa depan."," ujar Guterres seperti dilansir BBC.com, Ahad (17/9).
Ia menegaskan, Rohingya harus diizinkan pulang ke rumah. Dia juga mengatakan bahwa militer Myanmar masih berada di atas angin di negara tersebut dengan terus melakukan penyerangan di Rakhine. PBB telah memperingatkan serangan tersebut dapat menyebabkan pembersihan etnis.
Myanmar mengatakan bahwa pihaknya menanggapi serangan mematikan bulan lalu oleh militan dan menyangkal hal tersebut menargetkan warga sipil. Militer meluncurkan operasinya setelah serangan terhadap polisi di negara bagian Rakhine utara.
Aung San Suu Kyi terus menghadapi kritik mengenai isu Rohingya. Dia tidak menghadiri Majelis Umum PBB di New York, dan telah mengklaim bahwa informasi yang tersebar tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Peringatan Guterres terjadi setelah Bangladesh mengatakan bahwa lebih dari 400 ribu Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar. Polisi Bangladesh mengatakan Rohingya tidak akan diizinkan untuk bepergian ke manapun di luar rumah mereka , bahkan tidak tinggal dengan keluarga atau teman. Operator transportasi dan pengemudi juga didesak untuk tidak membawa pengungsi, dan diperintahkan untuk tidak menyewakan barang apapun kepada mereka.