REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden AS Donald Trump dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani bertemu di New York untuk membahas krisis diplomatik Teluk. Pertemuan mereka diadakan di sela-sela sidang Majelis Umum PBB, pada Selasa (19/9).
Trump, yang menyebut Emir Qatar sebagai seorang teman, mengatakan setelah pertemuan ini dia yakin perselisihan negara-negara Teluk dapat diselesaikan dengan cepat.
"Kami sekarang berada dalam situasi untuk mencoba memecahkan masalah di Timur Tengah dan saya pikir kami akan menyelesaikannya. Saya memiliki perasaan yang sangat kuat bahwa hal itu akan diselesaikan dengan cukup cepat," kata Trump kepada wartawan dikutip Aljazirah.
Sementara itu, Sheikh Tamim mengatakan Washington dan Doha memiliki hubungan yang sangat kuat. Qatar adalah rumah bagi pangkalan militer terbesar AS di Timur Tengah.
Ia juga percaya campur tangan Trump akan banyak membantu dalam perselisihan tersebut. "Kami selalu mengatakan bahwa kami terbuka untuk berdialog dan kami akan selalu terbuka untuk berdialog," ujar dia.
Pada 5 Juni lalu, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, dan Bahrain memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dan memberlakukan blokade darat, udara, dan laut. Mereka menuduh Qatar mendukung terorisme dan Qatar telah berkali-kali membantah tuduhan tersebut.
Trump awalnya berpihak pada keempat negara itu dan menyebut Qatar sebagai penyandang dana terorisme. Namun, beberapa pejabat AS lainnya, termasuk Menteri Luar Negeri Rex Tillerson, memiliki pandangan berbeda.
Selama beberapa pekan terakhir, Trump juga berupaya untuk untuk menjadi perantara jalan keluar dari perselisihan tersebut. Dalam pertemuannya dengan Sheikh Tamim, ia tidak kembali menuduh Qatar telah mendanai terorisme.
Sebelumnya, Sheikh Tamim mengkritik negara-negara di balik blokade terhadap Qatar, dalam pidatonya di Majelis Umum PBB. "Negara-negara yang memberlakukan blokade terhadap Qatar telah mencampuri urusan dalam negeri di banyak negara, dan memberi semua pihak yang menentang mereka di dalam atau luar negeri dengan tuduhan terorisme. Dengan melakukan hal tersebut, mereka telah merusak perang melawan teror," tuturnya.