REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Kepala Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Filippo Grandi menilai Bangladesh tidak boleh memaksa pengungsi Rohingya yang telah meninggalkan Myanmar untuk pindah ke pulau terpencil. Rencana relokasi ini telah disampaikan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina saat keduanya bertemu pada Juli lalu.
Saat itu, sudah ada 300 ribu warga Rohingya yang bermukim di kamp-kamp pengungsian di Cox's Bazar, sebelum gelombang pengungsi kembali berdatangan sejak 25 Agustus lalu. Sementara saat ini tercatat 436 ribu pengungsi baru telah tiba di Bangladesh.
Pemerintah Bangladesh berencana untuk memindahkan para pengungsi Rohingya ke sebuah pulau terpencil di Teluk Benggala, bernama Pulau Bhashan Char atau dikenal juga dengan nama Thengar Char. Menurut Grandi, pemindahan pengungsi ke pulau tersebut harus dilakukan secara sukarela.
"Kami tidak bisa memaksa orang untuk pergi ke tempat itu. Jadi pilihan untuk jangka menengah, saya tidak ingin berbicara tentang jangka panjang, adalah harus sesuatu yang bisa diterima oleh orang-orang yang pergi ke sana," ujar Grandi, dikutip New Indian Express.
Pulau kecil di muara sungai Meghna itu dapat ditempuh dengan satu jam perjalanan perahu dari Sandwip, pulau berpenghuni terdekat. Pulau ini juga bisa ditempuh selama dua jam perjalanan dari Hatiya, salah satu pulau terbesar di Bangladesh.
Pemerintah Bangladesh telah menugaskan angkatan laut untuk mempersiapkan pulau itu untuk pengungsi Rohingya. Dua helipad dan sebuah jalan kecil dilaporkan telah dibangun.
Dalam beberapa pekan terakhir, Bangladesh telah meminta dukungan internasional untuk memindahkan pengungsi Rohingya ke pulau itu. Negara miskin tersebut saat ini tengah berjuang untuk mengatasi arus masuk pengungsi.
Banyaknya pengungsi membuat kamp-kamp kekurangan makanan, air, dan obat-obatan. Jalan-jalan di sekitar kamp bahkan dipenuhi kotoran manusia, sehingga memicu kekhawatiran datangnya wabah penyakit serius.