REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Mantan perdana menteri Thailand Yingluck Shinawatra divonis hukuman lima tahun penjara oleh pengadilan tertinggi pada Rabu (27/9). Ia dinyatakan bersalah karena kelalaiannya mengelola skema subsidi beras yang mengakibatkan Thailand merugi miliaran dolar.
Yingluck sebenarnya dijadwalkan mendengar putusan pengadilan tersebut pada 25 Agustus. Namun ia tidak hadir dan belakangan diketahui melarikan diri ke luar negeri. Para pembantu dan ajudannya mengatakan, Yingluck meninggalkan Thailand karena takut terhadap hukuman yang berat.
Bulan lalu, sejumlah media melaporkan, ia telah melarikan diri ke Dubai, tempat saudara laki-lakinya yang juga mantan perdana menteri Thailand Thaksin Shinawatra. Namun ada pula laporan yang menyebutkan Yingluck bertolak ke Singapura.
Kepergian Yingluck dari Thailand menyebabkan proses persidangan atas dirinya ditunda. Hakim memutuskan untuk menangguhkan pembacaan vonis terhadap Yingluck hingga 27 September atau hari ini.
Yingluck merupakan perdana menteri wanita pertama Thailand. Ia mulai menjabat pada 2011 dan diberhentikan pada 2015. Adapun alasan pemakzulannya dikarenakan kasus korupsi yang dituduhkan kepadanya.
Ia diduga terlibat kasus skema subsidi beras yang sempat dikampanyekannya sebelum menjabat sebagai perdana menteri Thailand. Ketika terpilih, Yingluck pun meluncurkan kebijakan pertanian untuk merealisasikan skema tersebut.
Dalam kebijakannya, Yingluck memutuskan untuk memberikan subsidi kepada petani padi, yakni dengan menyeraphasil panen mereka dengan harga dua kali lipat lebih besar dari harga pasar. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi tingkatkemiskinan di pedesaan.
Kendati memiliki tujuan yang baik, namun kebijakan itu justru memukul keras nilai ekspor beras Thailand. Beras-beras petani menumpuk di lumbung dan tak dapat dijual pemerintah. Hal inimenyebabkan Thailand merugi sekitar 8 miliar dolar AS.
Kendati figur Yingluck cukup populerdi kalangan masyarakat pedesaan di Thailand, namun kalangan yang bertentangandengannya menilai bahwa kebijakan skema beras Yingluck terlalu mahal. Selainitu, skema tersebut juga sangat terbuka untuk diselewengkan dandikorupsi.
Selama menjalani proses persidangan, Yingluck berpendapat bahwaia tak bertanggung jawab atas pelaksanaan skema terkait. Dia bersikeras merupakan korban penganiayaan politik.