REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel menolak untuk berhenti menjual senjata ke Myanmar, meskipun ada tuduhan genosida, pembersihan etnis dan penyiksaan terhadap Muslim Rohingya.
Dilansir dari Middle East Monitor, Selasa (26/9), Israel memiliki kesepakatan senjata yang menguntungkan dengan Myanmar yang mencakup lebih dari 100 tank, senjata dan kapal yang telah digunakan oleh kepolisian di perbatasan negara tersebut.
Sebuah petisi yang ditujukan ke Pengadilan Tinggi Israel menyerukan penghentian perdagangan senjata dengan Myanmar
Eitay Mack, pengacara pemohon mencatat bahwa Uni Eropa dan Amerika Serikat telah memberlakukan embargo terhadap Myanmar.
Ia mengatakan Israel adalah satu-satunya negara Barat yang memasok senjata ke junta militer. Mack juga menyebutkan bahwa Israel menjaga perdagangan senjatanya dengan Myanmar secara tertutup. Namun petinggi militer Myanmar selalu memamerkan hubungan baik militer Myanmar dengan Israel. Khususnya dalam hal penjualan senjata.
Petisi tersebut mencatat bahwa pada September 2015, Jenderal Min Aung Hlaing, komandan militer Myanmar, mengunjungi Israel dan bertemu dengan Kepala Staf Letnan Jenderal Gadi Eisenkot. Hlaing mengunjungi berbagai industri pertahanan dan memesan kapal patroli yang diyakini digunakan dalam penyerangan terhadap Rohingya.
Namun, pengacara negara Israel tidak terpengaruh oleh tekanan internasional yang terus meningkat. Dalam tanggapan mereka kemarin atas seruan embargo senjata, Shosh Shmueli, yang mewakili negara, mengatakan pengadilan seharusnya tidak mencampuri hubungan luar negeri Israel.