Kamis 28 Sep 2017 12:04 WIB

Warga Rohingya: Mengapa Kami Kembali Hanya untuk Disembelih

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Teguh Firmansyah
Rumah warga Rohingya terbakar.
Foto: ABC News
Rumah warga Rohingya terbakar.

REPUBLIKA.CO.ID, COX'S BAZAR -- Bangladesh dipuji karena menerima hampir setengah juta pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar. Negara  yang terkenal terkenal dengan miskin serta padat penduduk itu sekarang memikul sebagian besar beban untuk perawatan pengungsi Rohingya.

Ini menghadirkan tantangan yang kompleks bagi pemerintah negara tersebut. Apalagi kedatangan pengungsi Rohingya menimbulkan kemarahan masyarakat di sekitar kamp-kamp dengan seruan bantuan lembaga bantuan internasional yang mendesak untuk menyediakan makanan, tempat tinggal, dan fasilitas yang lebih baik, dan lebih permanen.

Di setiap kamp pengungsian di dekat perbatasan Bangladesh-Myanmar, pasti ada sesuatu yang sedang dibangun. Di perbukitan yang tak tersentuh beberapa pekan lalu, gubuk menjadi rumah, jalan menuju permukiman juga terus diaspal. Bahkan ada sebuah masjid yang sedang dibangun.

Seorang pengungsi Rohingya yang ada di kamp pengungsian enggan kembali ke Myanmar. "Mengapa kita harus kembali hanya untuk disembelih?," katanya seperti dilansir ABC, Kamis, (28/9).

Namun rupanya penduduk lokal Bangladesh tak terlalu suka pengungsi Rohingya. "Myanmar adalah tanah kelahiran mereka, mereka harus kembali ke sana," kata Nurullah yang berkunjung ke Pantai Cox's Bazar dari Dhaka bersama teman-temannya.

Datang dari pantai, sopir tuk-tuk Saiful Islam mengatakan, memang pengungsi Rohingya itu jadi masalah. Orang-orang Bangladesh khawatir melihat pengungsi Rohingya yang melarat dan putus asa.Mereka takut para pengungsi akan melakukan kejahatan dan mengemis sehingga membuat wisatawan enggan datang ke pantai.  "Mereka mencuri barang, dan menciptakan masalah," katanya.

Menurut Saiful,  banyak pendatang baru mengemis dan sejumlah pengemis di kota meningkat drastis. Seorang sopir tuk-tuk lain Shohid Ullah mengaku merupakan orang Rohingya yang telah pindah ke Bangladesh sejak tahun 90-an. "Beberapa orang di masyarakat tahu bahwa saya adalah seorang Rohingya sementara yang lainnya tidak," kata Shohid.

Menurutnya, sentimen anti-Rohingya sudah lama terjadi.  "Orang yang mengenal saya sebagai Rohingya menilai saya tidak baik. Sedangkan mereka yang tidak tahu saya Rohingya menilai saya tidak buruk," katanya.

Shohid berharap mereka tidak menciptakan masalah. "Kami tidak akan menghadapi masalah dengan pendatang baru jika mereka tetap damai. Semoga mereka tetap damai."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement