REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kelompok bantuan internasional mendesak Pemerintah Myanmar untuk membuka akses ke zona konflik di Negara Bagian Rakhine. Pemerintah telah menghentikan pengiriman bantuan dari sejumlah LSM Internasional dan lembaga-lembaga di PBB dengan alasan keamanan.
"LSM internasional di Myanmar semakin khawatir mengenai pembatasan terhadap akses kemanusiaan dan hambatan terhadap penyaluran bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan di seluruh Negara Bagian Rakhine," kata kelompok bantuan internasonal, yang terdiri dari beberapa LSM seperti Care International, Oxfam, dan Save the Children, dalam sebuah pernyataan, Rabu (27/9) malam.
Menurut mereka, sejumlah orang yang tidak diketahui jumlahnya, telah kekurangan makanan, kehilangan tempat tinggal, dan sulit mendapatkan layanan medis di Rakhine.
"Kami mendesak pemerintah dan pihak berwenang Myanmar untuk memastikan semua orang yang membutuhkan di Rakhine, dapat memiliki akses tanpa hambatan untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan," ujar mereka.
Pemerintah Myanmar mengatakan mereka telah memberikan tanggung jawab kepada Palang Merah Myanmar, dengan bantuan Komite Palang Merah Internasional (ICRC). Namun kelompok bantuan internasional tersebut mengatakan mereka khawatir bantuan yang disalurkan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan pengungsi yang sangat besar.
Hubungan antara pemerintah Myanmar dan kelompok bantuan internasional telah menemui jalan buntu selama berbulan-bulan terakhir. Beberapa pejabat pemerintah bahkan menuduh kelompok bantuan telah membantu pemberontak.
Kelompok bantuan internasional tentu menolak tuduhan tersebut. Mereka justru mengaku telah membantu meredam kemarahan umat Buddha di negara yang terbagi secara komunal itu.