REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, pada Kamis (28/9), memperingatkan tentang kemungkinan mengungsinya 250 ribu Muslim Rohingya dari pusat negara bagian Rakhine. Hal ini terjadi bila Myanmar tidak menghentikan operasi militernya di daerah tersebut.
Guterres mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa bila kekerasan di Rakhine utara tak segera dihentikan, maka hal tersebut dapat mengancam nasib 250 ribu Muslim Rohingya lainnya yang tinggal di pusat daerah tersebut.
"Kegagalan untuk mengatasi kekerasan sistematis ini dapat menjalar ke pusat Rakhine, tempat 250 ribu Muslim Rohingya berpotensi menghadapi pemindahan," ujarnya.
Krisis ini telah menimbulkan banyak implikasi bagi negara-negara tetangga dan wilayah yang lebih luas, termasuk risiko perselisihan antarkomunal. "Kita tidak perlu heran jika puluhan tahundiskriminasi dan standar ganda dalam pemulihan Rohingya menciptakan pembukabagi radikalisasi," kata Guterres menambahkan.
Adapun Muslim Rohingya yang telah melarikan diri ke Bangladesh, kata Guterres, diketahui mengalami pelanggaran hak asasi manusia berat. PBB telah menerima laporan dari mereka yang melarikan diri, terutamaanak-anak, wanita, dan orang tua. Testimoni mereka menunjukkan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk penembakan senjata secarabrutal, pemasangan ranjau darat, serta kekerasan seksual.
Sejak kekerasan di Rakhine pecah pada25 Agustus, lebih dari 500 ribu etnis Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar menuju Bangladesh. Warga Rohingya mengungsi setelah permukiman mereka menjadisasaran operasi militer Myanmar.
Tak sedikit dari para pengungsi yang tewas akibat operasi militer Myanmar tersebut. Menurut Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hasan Mahmood Ali, sekitar 3.000 orang Rohingya tewas akibat kekerasanyang dilakukan militer Myanmar.
PBB telah menggambarkan Rohingya sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia. Kini setelah melarikan diri dari Myanmar, hidup ratusan ribu pengungsi Rohingya pun terkatung-katung. Mereka hanya mengandalkan bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.