Jumat 29 Sep 2017 18:57 WIB

AS Minta Militer Myanmar yang Terlibat Ditindak

Rep: Puti Almas/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang wanita pengungsi Rohingya bersama anaknya berdiri di Kamp Pengungsian Ukhia, Cox Bazar, Bangladesh, Kamis (28/9).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Seorang wanita pengungsi Rohingya bersama anaknya berdiri di Kamp Pengungsian Ukhia, Cox Bazar, Bangladesh, Kamis (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan penuntutan harus dilakukan terhadap Pemerintah Myanmar. Langkah ini dinilai diperlukan menyusul gelombang kekerasan yang terjadi terhadap warga Rohingya.

Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan, Pemerintah Myanmar telah melakukan sebuah tindakan brutal dan berkelanjutan terhadap warga minoritas di negara tersebut. Ini diyakini sebagai sebuah pembersihan etnis yang merupakan bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan serta genosida dalam hukum internasional.

"Ini adalah waktu saat tidak lagi ada kata-kata diplomatik secara baik yang dapat diberikan selain menuntut Pemerintah Myanmar atas tindakan brutal mereka," ujar Haley dalam pertemuan pertama Dewan Keamanan PBB untuk membahas kekerasan terhadap warga Rohingya, dilansir Aljazirah, Jumat (29/9).

Pernyataan Haley juga datang di tengah berita mengenai lebih dari 50 warga Rohingya yang hilang. Warga etnis tersebut diperkirakan tenggelam setelah kapal mereka terbalik dalam perjalanan melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh, di tengah cuaca yang buruk.

Organisasi Internasional untuk Migrasi (PBB) mengatakan lebih dari 130 orang saat itu nampaknya berada dalam kapal. Pihak berwenang Bangladesh menuturkan ada 27 diantaranya ditemukan selamat, namun 19 lainnya tewas, serta 50 hilang.

"Saat ini kita harus mempertimbangkan dilakukan tindakan terhadap pasukan keamanan Burma (Myanmar), yang terlibat dalam pelanggaran dan memicu kebencian di antara warga Myanmar seluruhnya," kata Haley menambahkan.

Ini menjadi pernyataan pertama AS untuk mengecam Pemerintah Myanmar. Meski demikian, Haley tidak menyatakan apakah Negeri Paman Sam akan mungkin menjatuhkan sanksi terhadap negara itu, yang sempat dihentikan di masa pemerintahan mantan presiden Barack Obama. "Militer Myanmar harus segera mengadili orang-orang yang diduga melakukan pelanggaran di Rakhine, ini sangat penting," jelas Haley.

Selama ini warga Rohingya yang menjadi salah satu etnis minoritas Myanmar kerap menjadi korban kekerasan. Lebih dari 140 ribu di antaranya tewas sejak terjadi konflik di Rakhine, rumah Muslim Rohingya.

Situasi di Rakhine semakin memburuk dengan adanya kekerasan yang kembali berlangsung pada 25 Agustus. Saat itu, terdapat serangan terhadap 30 pos keamanan polisi di area perbatasan Myanmar dan Bangladesh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement