REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson melakukan perundingan tingkat tinggi dengan Pemerintah Negeri Tirai Bambu di Cina, Sabtu (30/9). Tujuan utama negosiasi ini untuk menyampaikan strategi menekan Korea Utara (Korut) atas pengembangan program senjata nuklir yang dianggap terus mengancam keamanan kawasan regional dan dunia.
AS menilai Cina yang merupakan negara sekutu utama Korut dapat membantu strategi tersebut. Tillerson sekaligus mengatakan Beijing dapat mencegah konfrontasi militer yang mungkin terjadi.
Sebelumnya, AS telah mencoba bekerja sama dengan Cina untuk menekan Korut dengan meningkatkan sanksi ekonomi, termasuk kepada bank-bank dari negara itu yang bekerja sama dengan Korut. Namun, selama ini Cina tampaknya enggan menyelesaikan masalah nuklir Korut dengan tindakan keras.
Salah satu alasan utama Beijing diyakini adalah mereka khawatir dengan kemungkinan banyaknya pengungsi yang datang dari negara tetangga itu akibat perekonomian Korut yang memburuk.
Menurut Tillerson, saat ini Cina telah bersedia untuk memutus kerja sama ekonomi dengan Korut dan mengikuti sanksi yang diberikan PBB. Negara itu juga sebelumnya melakukan penghitungan sekitar 90 persen bisnis yang dilakukan dengan Korut.
Seorang pejabat AS mengatakan prioritas Cina saat ini sepenuhnya mencapai stabilitas Semenanjung Korea. Negara itu diyakini khawatir jika konflik terus berlanjut dan menimbulkan konfrontasi militer, maka gelombang pengungsi Korut terjadi.
Cina mengatakan saat ini secara ketat dan sepenuhnya memberlakukan resolusi PBB terhadap Korut. Kementerian Perdagangan negara itu juga mengumumkan bahwa perusahaan Korut yang beroperasi di negara itu akan ditutup pada Januari mendatang.
Korut telah berulang kali memicu kemarahan internasional atas serangkaian uji coba rudal dan perangkat nuklir yang dilakukan. Pada 3 September negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un melakukan tes terbaru dari bom hidrogen yang disebut dirancang untuk ditempatkan di dalam Peluru Kendali Balistik Antar Benua (ICBM).
Kemudian, tindakan provokatif terbaru lainnya dilakukan pada 15 September lalu. Pada waktu itu, Korut menembakkan rudal balistik ke wilayah utara Jepang. berdasarkan laporan, senjata itu mencapai ketinggian 770 kilometer atau 478 mil. Jarak yang ditempuh 3.700 kilometer.
Selama ini, Korut mengatakan pengembangan program nuklir merupakan alat pertahanan utama. Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea khususnya Korea Selatan (Korsel) dan Jepang terus merasa khawatir karena menjadi ancaman utama serangan rudal dan senjata berbahaya lainnya.
Dewan Keamanan PBB telah memberikan sanksi terhadap Korut atas uji coba dan pengembangan program nuklir yang tercatat pertama kali dilakukan pada 2006. Tak ketinggalan,beberapa waktu lalu Dewan juga telah mengeluarkan sebuah resolusi terbaru untuk menekan negara itu dengan memberi sanksi ekonomi pada 5 Agustus. Langkah ini membuat pendapatan ekspor yang dimiliki Korut dapat berkurang hingga 3 miliar dolar AS.
Resolusi yang dirancang oleh AS sebagai salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB itu membuat tidak diizinkannya ekspor sejumlah barang tambang di antaranya batu bara, besi, dan bijih besi dari Korut. Kemudian, makanan laut juga tidak diperbolehkan untuk diekspor dari negara itu. Jumlah pekerja dari mereka yang bekerja di luar negeri tidak lagi dapat ditambah.