Senin 02 Oct 2017 15:27 WIB

Cerita Wanita Hamil Rohingya yang Lari Menembus Hutan Liar

Rep: Fuji E Permana/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang wanita pengungsi Rohingya menggendong anaknya di Kamp Pengungsian Kutupalong, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Seorang wanita pengungsi Rohingya menggendong anaknya di Kamp Pengungsian Kutupalong, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, COXS BAZAR -- Pengungsi Rohingya sebagian besar adalah kaum perempuan dan anak kecil. Bahkan, banyak pengungsi di Coxs Bazar Banglades dalam kondisi hamil. Di antara para pengungsi ada yang melarikan diri dari tanah kelahirannya di Myanmar dalam kondisi hamil.

"Fakta tersebut yang melandasi Dompet Dhuafa mendistribusikan program bantuan yang fokus menjaga kualias hidup ibu hamil dan anak," kata Corporate Secretary Dompet Dhuafa, Salman Alfarisi kepada Republika.co.id, Senin (2/10).

Warga Rohingya, Hunida bercerita kepada Dompet Dhuafa, saat dalam kondisi hamil empat bulan, dia bersama empat orang anak dan suaminya berhasil melarikan diri dari Desa Tula Tol di Myanmar ke Bangladesh. Tanpa bekal makanan dan air yang cukup, mereka menembus liarnya hutan dan terjalnya jalan melarikan diri.

Sebulan yang lalu, sejumlah peluru menembus dinding rumah Hunida. Dia tidak pernah menyangka, peluru tersebut menjadi petanda awal bahwa dia harus segera meninggalkan tanah kelahirannya. Kemudian, Hunida bersama keluarganya berlari ke bukit sambil berdoa. Mereka juga melihat desa tempat kelahirannya dibakar habis.

Seorang dokter perempuan pejuang kemanusiaan dari Dompet Dhuafa, Dr Ochi memeriksa kehamilan Hunida, kemarin. Dr Ochi juga memberikan paket bantuan untuk ibu hamil tersebut agar bisa menjaga bayi dalam kandungannya. Serta menjaga anak-anaknya supaya tetap sehat.

"Bantuan diberikan untuk puluhan pengungsi lainnya oleh tim medis Indonesia Humanitarian Alliance di Coxs Bazar Bangladesh," kata Dr Ochi yang sudah 10 hari merawat pengungsi.

Ia mengungkapkan, sampai saat ini masih tidak sanggup membayangkan Hunida yang kandungannya masih muda dan rentan gugur berlari ke hutan agar lolos dari maut. Sekarang ibu hamil tersebut tinggal di tenda Aksi Layanan Sehat. "Sungguh, Hunida sosok wanita tangguh, dia ada di hadapan saya sekarang," ujar Dr Ochi di tengah aktivitasnya sebagai tim medis di pengungsian.

Di ratusan tenda pengungsian, mereka harus bertahan hidup sambil menahan lapar. Berjuang menghadapi trauma dan kenyataan bahwa kebahagiaannya terenggut. Para pejuang kemanusiaan terus berupaya membantu para pengungsi sekuat tenaga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement