REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pengadilan tinggi India baru-baru ini mempertimbangkan untuk memulangkan para pengungsi Rohingya di negaranya. Ini dilakukan untuk menghindari tindak kekerasan yang mungkin terjadi seperti di Myanmar.
Menurut data PBB, lebih dari setengah juta etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh sejak kekerasan pecah di Rakhine pada 25 Agustus lalu. PBB mengatakan krisis Rohingya merupakan keadaan darurat pengungsi tercepat didunia.
Sementara itu, India menampung lebih dari 40 ribu pengungsi yang kabur menghindari kekerasan di Myanmar sejak beberapa tahun lalu. India tidak ingin peristiwa serupa, yang digambarkan PBB sebagai pembersihan etnis terjadi di negaranya.
Mohammad Salimullah menjadi salah satu yang terancam pulang ke kampung halaman. Salimullah sudah melarikan diri ke India sejak 14 tahun silam. Itu dilakukan untuk menghindari kekejaman yang dilakukan militer Myanmar. Dia mengatakan, pemerintah di Myanmar membuat kaumnya dalam keadaan terjepit dan tidak berdaya.
Lari ke India kondisi Mohammad sedikit membaik. Meski tinggal di pengungsian darurat, namun dirinya memiliki toko kelontong kecil-kecilan di Kanchan Kunj, New Delhi.
"Disini, setelah menjadi pengunsi kami bisa bekerja,memiliki hak untuk pergi kemanapun yang kami inginkan," kata Mohammad Salimullah seperti dikutip CNN, Rabu (3/10).
Kondisi mulai terasa berubah pada Agustus kemarin. Saat itu, Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP) meminta pejabat setempat mengidentifikasi imigran ilegal untuk dideportasi, termasuk muslim Rohingya yang telah meninggalkan Myanmar.
Hal itupun membuat seluruh pengungsi Rohingya yang tersebardi India ketar-ketir. "Kami takut, kami bertanya kepada orang-orang tentang apa yang harus kita lakukan, kepada siapa kami harus bicara, Ke mana lagi kita bisa pergi?" kata Salimullah.
Bersamaan dengan isu tersebut, pengungsian yang ditinggali Salimullah mulai ramai didatangi pejabat, aktifis hingga jurnalis. Saat itu pula dia mengetahui jika dirinya bisa mengajukan petisi ke pengadilan tinggi India untuk mencegah deportasi.
Dia memberanikan diri mendekati pengacara agung Prashant Bhushan, yang setuju untuk mengambil kasusnya. Selanjutnya mengajukan petisi yang meminta perlindungan pengungsi Rohingya dari deportasi pada 1 September.
Bhushan mengatakan, India tidak bisa begitu saja memulangkan pengungsi Rohingya dari negaranya. Dia melanjutkan, India tidak memiliki undang-undang khusus yang mengatur status pengungsi, terlebih warga yang rentan.
Belakangan, pemerintah Myanmar sepakat untuk memulangkan para pengungsi yang kabur ke Bangladesh. Belum diketahui rencana India akan mengikuti hal serupa karena dibutuhkan turut campur pemerintah Myanmar.
Sebelumnya, langkah deportasi diambil pemerintah India lantaran adanya dugaan ikatan pengungsi ilegal dengan dengan kelompok teroris yang berbasis di Pakistan. Pemerintah mencurigai banyak tokoh Rohingya merupakan agen ISIS atau kelompok ekstremis lainnya.
Pemerintah India rencananya akan menyertakan bukti keterlibatan tersebut kepada pengadilan tinggi secara tertutup. Namun hingga saat ini, belum ada publikasi bukti hubungan Rohingya dengan jaringan teroris internasional.