Selasa 03 Oct 2017 23:54 WIB

Otoritas Palestina Gelar Pertemuan Kabinet di Gaza

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
Palestina, Hamas, Fatah
Palestina, Hamas, Fatah

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Otoritas Palestina menggelar pertemuan kabinet di Gaza, Selasa (3/10). Pertemuan ini dimaksudkan untuk membahas langkah-langkah pengambilalihan pemerintahan di Gaza yang sejak 2007 dikendalikan Hamas.

Pertemuan kabinet ini merupakan yang pertama di Gaza sejak November 2014. Pertemuan digelar setelah Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah tiba di Gaza pada Senin (2/10). Otoritas Palestina, yang diwakili kelompok Fatah memang sedang menempuh upaya rekonsiliasi dengan Hamas setelah satu dekade berselisih.

Pada pidato pembukaan di pertemuan kabinet tersebut, Hamdallah kembali mengulangi janjinya untuk mengakhiri segala perpecahan antara Hamas dengan Fatah. "Kami di sini untuk membalik halaman perpecahan, mengembalikan proyek nasional ke arah yang benar dan membangun negara (Palestina)," ujar Hamdallah, seperti dilaporkan laman Al Araby.

 

Ia tak memungkiri bahwa ini merupakan momen bersejarah untuk Palestina. "Hari ini kita dihadapkan pada kebangkitan bersejarah, di mana kita bergulat dengan luka-luka kita dan meningkatkan persatuan kita," ucapnya menjelaskan.

Dalam pertemuan kabinet tersebut tidak ada satu pun pejabat Hamas yang terlibat. Adapun pejabat keamanan Hamas berada di atap gedung kantor kabinet. Sedangkan agen Otoritas Palestina ditempatkan di dalam gedung.

Pada hari yang sama, Mesir, selaku mediator dalam rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas, akan mengutus kepala intelijen mereka ke Gaza, yakni Khaled Fawzy. Ia akan menggelar pertemuan dengan pejabat Hamas, termasuk pemimpinnya, Ismail Haniya.

Utusan PBB untuk Timur Tengah Nickolay Mladenov, pada Senin(2/10), mengatakan, bahwa dia dengan hati-hati memiliki rasa optimististerkait rekonsiliasi yang sedang dijalankan Fatah dan Hamas. "Jika daerah tetap terlibat, jika peran Mesir berlanjut, dan jika partai politik sendiri terusmenunjukkan kemauan mereka saat ini untuk bekerja dengan kami dalam proses ini, maka hal itu dapat berhasil," ujarnya.

Hamas telah menjadi penguasa de facto di Jalur Gaza sejak 2007. Mereka menguasai Gaza setelah berhasil mengalahkan Partai Fatah pimpinan Mahmoud Abbas yang telah lama dominan dalam pemilihan parlemen pada 2006.

Namun Fatah enggan mengakui hasil pemilihan tersebut. Hal ini yang memaksa Hamas mendepak Fatah dari Gaza melalui konfrontasi cukup sengit. Setelah itu, hubungan kedua kubu tak pernah harmonis. Beberapa upaya rekonsiliasi sempat dilakukan, namun semuanya berujung kegagalan. Salah satu penyebabnya adalah Hamas kerap mengajukan prasyarat rekonsiliasi, namun hal itu selalu ditolak Fatah.

Terkait rekonsiliasi yang sedang berjalan, hal ini dapat terlaksana karena Hamas telah menyatakan kesediaan untuk berdamai dengan Fatah, tanpa mengajukan syarat apa pun. Hal ini dibuktikan Hamas dengan membubarkan komite administrative yang sejak 2007 mengontrol pemerintahan di Gaza.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement